Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OCBC NISP Sebut Dana Kelolaan Masih Berpotensi Tumbuh

Wealth Management Head Bank OCBC NISP Juky Mariska menyampaikan pemulihan global terlihat semakin kuat menjelang akhir kuartal II/2021 sehingga dana kelolaan masih berpotensi terus meningkat.
Petugas berbincang dengan nasabah di kantor cabang PT Bank OCBC NISP Tbk di Jakarta, Senin (20/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Petugas berbincang dengan nasabah di kantor cabang PT Bank OCBC NISP Tbk di Jakarta, Senin (20/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank OCBC NISP Tbk. memperkirakan dana kelolaan masih berpotensi tumbuh hingga akhir tahun seiring dengan perbaikan ekonomi global serta upaya pemulihan ekonomi nasional tahun ini.

Wealth Management Head Bank OCBC NISP Juky Mariska menyampaikan pemulihan global terlihat semakin kuat menjelang akhir kuartal II/2021. 

Data ketenagakerjaan AS menunjukkan perbaikan setiap bulannya. Begitu juga dengan kenaikan inflasi AS yang masih menjadi fokus pasar, yang mana inflasi meningkat 4,2% secara year on year (YoY) untuk periode April 2021.

Sementara itu, Personal Consumption Expenditure (PCE) yang merupakan acuan inflasi oleh The Fed, naik 3,6% YoY. Namun, The Fed melihat bahwa tingkat inflasi ini hanya bersifat sementara.

Oleh sebab itu, tapering off diperkirakan belum akan terjadi dalam waktu dekat. Hal tersebut akan tetap menjaga imbal hasil US Treasury dan mendukung aset berisiko.

Di pasar domestik, Juky mengakui beberapa sentimen turut mempengaruhi pasar keuangan Indonesia. Selain kekhawatiran inflasi AS yang meningkat, para pelaku pasar juga masih mencermati perkembangan seputar kasus COVID-19 yang melonjak di beberapa negara Asia.

Di sisi lain, volatilitas pada mata uang kripto juga masih menjadi perhatian akhir-akhir ini. Memasuki bulan Juni, terlihat rilisan data ekonomi yang semakin membaik dari dalam negeri. Yang pertama, data PMI manufaktur meningkat menjadi 55,3 untuk periode Mei, dari 54,6 di bulan April. Lalu, inflasi juga dilaporkan meningkat 1,68% YoY pada bulan Mei, dari bulan April yang hanya meningkat 1,42% YoY.

"Ke depan, para investor tentunya menantikan data pertumbuhan ekonomi yang lebih baik untuk kuartal II/2021, dibandingkan pembacaan kuartal I yang terkontraksi -0,74% YoY. Sejauh ini, pertumbuhan ekonomi masih menunjukkan tren positif dari -2,19% di kuartal IV/2020. Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,1-5,1% untuk tahun ini, dan 5,0-5,5% di tahun 2022," sebutnya, Senin (28/6/2021).

Dia menyampaikan pertumbuhan ekonomi tentunya akan didorong oleh program vaksinasi yang akan ditingkatkan, yang mana target 1 juta dosis per hari diperkirakan dapat tercapai pada pertengahan Juni. Selain itu, realisasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi telah mencapai 24,6% hingga pertengahan Mei 2021.

Pasar SahamSepanjang bulan Mei, IHSG membukukan pelemahan -0,80%, ditutup di level 5,947. IHSG masih belum mampu menguat di atas level psikologis 6.000. Para pelaku pasar selama bulan lalu terlihat wait and see akan kasus Covid-19 dari dalam negeri, terutama dampaknya setelah libur panjang lebaran.

"Kami melihat adanya potensi penguatan pada IHSG seiring dengan aktivitas ekonomi yang semakin membaik. Adanya penambahan sektor baru, yaitu health care dan technology pada indeks diharapkan akan mendorong kembalinya likuiditas pada IHSG. IHSG diperkirakan berada di rentang 5.900 – 6.300 dalam jangka pendek ke depan," imbuhnya.

Dia melanjutkan pasar obligasi diperdagangkan menguat pada bulan lalu. Imbal hasil obligasi 10 tahun pemerintah turun -0,60% ke level 6,422% di akhir bulan Mei.

Suku bunga acuan yang rendah membuat pasar obligasi Indonesia kian menarik. Hal ini juga terlihat dari demand investor pada lelang pada akhir bulan Mei, yang mana incoming bid mencapai Rp78 triliun, naik sangat signifikan dibandingkan lelang-lelang sebelumnya. Imbal hasil US Treasury yang melandai turut membuat inflow pada pasar obligasi membaik.

Sementara itu di pasar mata uang, rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat sebesar 1,14% di bulan Mei dan ditutup di level Rp14.280. Keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga di level 3,5% turut mendukung mata uang domestik.

"Untuk ke depannya, rupiah masih berpotensi dapat menguat seiring dengan nilainya yang masih undervalue secara fundamental, dan tentunya didukung oleh ekonomi yang membaik. Kami memperkirakan USD-IDR akan diperdagangkan di level Rp14.200 – Rp14.400 pada sisa kuartal II/2021," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper