Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia memandang positif langkah Federal Reserve atau The Fed, bank sentral di Amerika Serikat, yang masih belum memberikan kepastian waktu terkait dengan rencana pengurangan stimulus moneter atau tapering.
Dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC), The Fed memutuskan menahan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate di kisaran 0 persen-0,25 persen.
Pejabat the Fed menyatakan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat melakukan pengetatan kebijakan. Namun, The Fed memberi sinyal akan kembali melihat perkembangan ekonomi dan meninjau kapan akan mulai mengurangi stimulus pada FMOC mendatang.
Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan langkah The Fed tersebut menunjukan bahwa mereka masih berkomitmen memberikan stimulus, termasuk kebijakan yang mempertahankan pembelian obligasi sebesar US$120 miliar per bulan.
“Artinya, ke depan tren pemulihan ekonomi global mungkin akan terus berlanjut dengan kebijakan moneter dan fiskal yang akomodatif dan vaksinasi yang sudah dalam taraf yang tinggi,” katanya dalam Webinar Strategi Perbankan di Momentum Kebangkitan Kredit dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional, Kamis (29/7/2021).
Destry menjelaskan, perkembangan global yang positif ini tentunya memiliki dampak pada perekonomian domestik, utamanya nilai tukar rupiah.
Baca Juga
Namun, imbuhnya, BI dengan komitmen yang tinggi akan terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar. “Kita lakukan dual intervention, di mana saat diperlukan kita akan masuk ke pasar, baik pasar spot maupun DNDF [Domestic Non-deliverable Forward] secara terukur”.
Dia mengatakan, pada Juni 2021, tekanan terhadap nilai tukar rupiah cukup kuat karena dipengaruhi oleh faktor eksternal, dikarenakan ada kekhawatiran pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan lebih cepat sehingga penarikan stimulus oleh The Fed juga diperkirakan lebih cepat.
“Sehingga ada ekspektasi suku bunga dan yield naik, karena itu mempengaruhi pasar keuangan kita,” jelasnya.
Sebelumnya, BI memperkirakan perekonomian global akan tumbuh lebih tinggi di tahun ini, sebesar 5,8 persen, meningkat dari proyeksi awal sebesar 5,7 persen.
“[Pemulihan] ekonomi global kita lihat terjadi secara persisten sehingga banyak para analis termasuk beberapa lembaga keuangan internasional merevisi ke atas proyeksi perekonomian global. Sama halnya di BI, karena kita melihat beberapa indikator menunjukkan pemulihan yang cukup impresif,” jelasnya.
Perbaikan ekonomi global tersebut didorong oleh percepatan vaksinasi Covid-19, stimulus fiskal dan moneter yang terus berlanjut, serta pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di beberapa negara, misalnya China.