Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) Hery Gunardi mengatakan bisnis private wealth management di Indonesia sudah berkembang cukup pesat, tetapi belum optimal karenal tiga hal.
Hery membahas hal ini dalam disertasinya berjudul “Pengaruh Daya Saing Bank, Manajemen Risiko dan CRM (Customer Relationship Management) terhadap Kinerja Private Wealth Management (PWM) dan Dampaknya terhadap Pertumbuhan Bisnis Perbankan Retail untuk menempuh sidang promosi doktor di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran.
Hery menjelaskan segmen wealth management yang merupakan segmen individu dengan tiering portfolio nasabah lebih dari Rp 500 juta, memiliki proporsi lebih besar dengan pertumbuhan positif dari tahun ke tahun sejak 2013.
Walaupun jumlah rekening segmen wealth tersebut tidak sampai 1 persen dari total rekening DPK di bank umum, namun total nominal simpanan menguasai lebih dari 50 persen total nominal simpanan individual.
Private wealth management merupakan salah satu segmen individual di perbankan yang memiliki potensi besar terkait dengan pendapatan fee based income.
"Kami melihat bahwa seiring dengan pertumbuhan populasi High Net Worth Individual [HNWI] di Indonesia, aset finansial HNWI di Indonesia juga mengalami pertumbuhan," jelasnya dalam sidang promosi doktor pada Kamis (29/7/2021)
Pada 2019, populasi HNWI di Indonesia tumbuh 4 persen atau mencapai 134.000 orang dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan total kekayaan mencapai US$675 Miliar atau sekitar Rp10,7 triliun. Menurut Lembaga Penelitian Knight Frank, populasi HNWI di Indonesia akan tumbuh 57 persen pada 2024.
Seiring dengan pertumbuhan aset finansial HNWI Indonesia yang terus meningkat, komposisi bisnis private wealth management di perbankan Indonesia masih dominan, yaitu mencapai 56 persen dari total aset perbankan di Indonesia.
Bahkan pada akhir 2017, tingkat pertumbuhan bisnis private wealth management mencapai 13,7 persen, lebih tinggi dari total tingkat pertumbuhan aset perbankan di Indonesia yang hanya mencapai 11,2 persen.
Hery pun mengatakan dominasi private wealth management di Indonesia tersebut sebagian besar belum dioptimalkan oleh perbankan Indonesia.
"Pendapatan perbankan [all segment] 2016 mencapai Rp402 triliun, sedangkan pendapatan perbankan dari bisnis private wealth wealth segment hanya mencapai Rp44,47 triliun, atau hanya 11 persen dari total pendapatan all segment perbankan," kata Hery
Adapun pada 2015, pemerintah menetapkan kebijakan yang memberikan peluang bagi bisnis private wealth management di Indonesia untuk tumbuh lebih agresif melalui Tax Amnesty.
Pada akhir 2017, sebanyak 965.983 warga negara Indonesia telah berpartisipasi dalam program ini. Dana Repatriasi mencapai Rp147 triliun. Dana sebesar Rp4,866 triliun dideklarasikan pada program ini, dan menghasilkan Tax Premi sebesar Rp114 triliun.
"Dari penyelenggaraan program Tax Amnesty ini, dapat disimpulkan bahwa amandemen peraturan ini menciptakan lebih banyak peluang bagi segmen wealth di Indonesia untuk tumbuh lebih optimal," tambah Hery.
Hery pun kembali menerangkan bahwa bisnis private wealth management sangat dipengaruhi dari kondisi persaingan di sektor perbankan. Dia pun mengidentifikasi beberapa masalah dalam bisnis private wealth management.
"Yang pertama, bisnis private wealth management di Indonesia berkembang cukup pesat, namun dampaknya belum optimal memberikan pertumbuhan bisnis terhadap industri perbankan, terutama segmen perbankan retail," paparnya.
Kedua, potensi pertumbuhan bisnis perbankan retail melalui segmen private wealth management sangat besar dengan adanya tax amnesty. Namun, hal tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh pelaku perbankan retail di Indonesia.
Ketiga, bisnis private wealth management di Indonesia segera mengalami persaingan yang lebih ketat dengan mulai masuknya pelaku bisnis dari luar Indonesia, yang memiliki pengalaman dan produk-produk investasi yang relatif lebih beragam.