Bisnis.com, JAKARTA - Kredivo, perusahaan pembiayaan digital dan platform bayar tunda (paylater) besutan PT FinAccel Finance Indonesia menilai kesiapan masyarakat Indonesia untuk menjadi konsumen digital patut ditingkatkan.
General Manager Kredivo Lily Suriani mengungkap di tengah kebutuhan masyarakat yang tinggi akan penyaluran kredit, masyarakat tampak masih belum siap dalam menyerap perubahan di era layanan keuangan digital.
Inilah salah satu alasan kondisi pandemi dimanfaatkan oknum pinjaman online (pinjol) ilegal untuk menjerat lebih banyak masyarakat.
Satgas Waspada Investasi (SWI) pun mencatat lonjakan pengaduan masyarakat yang dirugikan pinjol ilegal hingga 80 persen periode Januari-Juni 2021. Sepanjang Juli 2021, satgas pun telah memblokir 172 platform pinjol ilegal.
Dalam beberapa dekade belakangan industri fintech pembiayaan (digital lending) legal sendiri telah berkembang pesat di Indonesia, terlebih dengan potensi pangsa pasar yang besar dan penetrasi internet yang hampir mencapai angka 75 persen.
Utamanya, akibat keterbatasan penyaluran kredit dari sektor lembaga pembiayaan konvensional, dengan penetrasi kartu kredit yang masih rendah, yaitu sekitar 3 persen.
Baca Juga
"Maraknya kehadiran fintech di Indonesia layaknya sebagai game-changer yang membawa perubahan pada lanskap industri keuangan dan adopsi layanan keuangan di masyarakat yang menjadi serba digital," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (22/9/2021).
Adapun, indeks literasi keuangan belum bisa mengimbangi kenaikan inklusivitas layanan keuangan, yaitu masih berada pada 38,03 persen untuk indeks literasi keuangan dan indeks inklusi keuangan di 76,19 persen, meskipun nilai ini telah mengalami peningkatan cukup signifikan dari 2016.
Lebih lanjut, di era adopsi teknologi yang meningkat signifikan saat ini, masyarakat dapat begitu mudahnya mengakses berbagai informasi, terutama melalui sosial media.
Menurut Lily, ini yang lantas harus disikapi secara cermat karena pada awalnya, banyak dari oknum pinjol ilegal yang memanfaatkan ketidakpahaman sebagian masyarakat melalui penyebaran informasi di berbagai kanal atau website.
Selain itu, Lily juga menyoroti pentingnya pengetahuan masyarakat untuk menyaring informasi hoaks tentang layanan keuangan yang beredar luas.
"Meningkatkan literasi keuangan menjadi kunci preventif yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak agar masyarakat semakin cerdas dan bijak dalam memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan secara digital," tambah Lily.
Dia menambahkan, mengingat posisi Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, dengan potensi pertumbuhan yang masih menjanjikan, ekosistem ekonomi digital di Indonesia dapat semakin bertumbuh secara kondusif.
"Oleh karena itu, berbagai upaya kolaboratif baik dari pelaku industri, pemerintah, hingga masyarakat sangat dibutuhkan untuk terus mampu beradaptasi pada perubahan, terutama di sektor layanan keuangan digital," tutup Lily.