Bisnis.com, JAKARTA - Sadar atau tidak, masing-masing platform teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending mulai memiliki segmen peminjam andalan.
Hal ini membuat setiap platform memilih strategi yang berbeda-beda dalam hal berekspansi, baik dari sisi layanan, produk-produk terbaru, maupun jangkauan bisnis, yang turut diiringi langkah mitigasi risiko secara unik dan inovatif.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sekaligus Co-Founder dan CEO PT Investree Radhika Jaya (Investree) Adrian Gunadi mengungkap bahwa fenomena ini justru membuktikan bahwa setiap platform dalam industri justru tengah bersaing secara sehat.
Dalam hal ini, ada kemungkinan setiap platform hanya akan fokus mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan segmen pengguna masing-masing. Bahkan, bukan hanya di bidang pinjam-meminjam secara digital, namun juga menyediakan layanan berbasis teknologi lainnya.
"Menurut kami hal itu sangat mungkin terjadi dan dapat dilihat sebagai peluang baru, seiring dengan semakin canggihnya teknologi. Apalagi kebutuhan pelaku UKM juga meluas," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (30/9/2021).
Sebagai gambaran, pelaku usaha yang menjadi peminjam Investree didominasi kategori perusahaan menengah, yang dari segi persyaratan finansial terlalu besar untuk dilayani oleh microfinance, tapi juga terlalu kecil untuk dilayani oleh perbankan.
Baca Juga
Basis borrower ini mulai dari online seller, supplier usaha besar, atau usaha yang berada di dalam ekosistem tertentu, sehingga punya kapasitas buat mengajukan invoice financing atau supply chain financing.
Oleh sebab itu, Investree berusaha memahami kesulitan atau 'pain points' yang kerap kali dirasakan oleh para peminjam. Inilah yang akhirnya menghasilkan fitur e-invoice bernama Billtree, dan anak usaha di bidang credit scoring bertajuk AIForesee yang akan meluncur dalam waktu dekat.
"Pelaku UKM itu bukan hanya sulit mengakses pembiayaan, tapi juga kesulitan memperbaiki proses bisnis internal mereka. Kebanyakan masih menerapkan proses bisnis secara manual, sehingga sering terjadi miskalkulasi. Punya niat sepenuhnya digital, terganjal pengetahuan dan biaya yang tinggi. Dari situlah muncul ide Investree harus mengarah ke platform pembiayaan sekaligus solusi bisnis," tambahnya.
Christopher Gultom, Chief Credit Officer & Co-Founder PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran) mengungkap perspektif berbeda bahwa terkadang mekanisme pasar yang membuat platform cocok dengan segmen borrower tertentu.
"Kami sendiri sebenarnya terbuka dengan berbagai sektor UMKM dan tidak ada batasan. Tapi entah kenapa banyak UMKM yang menjadi vendor atau supplier proyek sektor konstruksi, pertambangan, dan engineering banyak yang cocok dengan Akseleran," ungkapnya dalam sesi wawancara khusus bersama media baru-baru ini.
Inilah kenapa Akseleran membuat produk pembiayaan baru berupa supply chain financing yang bekerja sama dengan perusahaan besar, serta buyer financing untuk memfasilitasi kebutuhan modal para distributor perusahaan besar.
Akseleran pun tertarik ikut mengakomodasi sektor konsumtif lewat employment loan atau pinjaman karyawan, untuk memfasilitasi karyawan perusahaan mitra Akseleran yang butuh pinjaman cepat lewat pencairan gaji lebih awal.
Masih dari fintech P2P lending di klaster produktif, PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku) pun mengaku masih mengandalkan lini bisnis pembiayaan buat pengusaha online.
Co-Founder & CEO Modalku sekaligus Ketua Klaster Produktif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Reynold Wijaya menjelaskan bahwa strategi ini sebenarnya telah menjadi fokus dalam beberapa tahun terakhir, dan justru terus bertumbuh di era pandemi Covid-19.
"Pada masa pandemi, kami melihat potensi pengusaha online terus berkembang karena masyarakat turut beradaptasi melakukan berbagai transaksi secara online," jelasnya.
Untuk memperkuat lini bisnis ini, Modalku pun memilih menggelar inovasi bertajuk Pinjaman Terproteksi, yang diharapkan bisa menarik lebih banyak masyarakat untuk berani menjadi pendana atau lender.
Modalku memahami bahwa risiko ketidakpastian kinerja di segmen borrower pelaku usaha jual-beli online memang besar. Oleh sebab itu, Pinjaman Terproteksi harapannya membuat lender lebih tenang, karena pinjaman yang tersalurkan lebih aman dengan proteksi asuransi.
Sementara itu, PT Pembiayaan Digital Indonesia atau AdaKami sebagai fintech lending klaster multiguna, memilih gencar melakukan penjajakan kerja sama dengan para pelaku digital platform seperti e-commerce, untuk memperluas titik sentuh layanan.
Sebagai contoh, belum lama ini AdaKami menggandeng marketplace JD.ID untuk menyediakan layanan pinjaman di dalam platform belanja online tersebut. Strategi ini pun menambah jajaran produk AdaKami berupa paylater, dari sebelumnya hanya di pencairan tunai berupa pay day loan dan installment.
"Kalau di dalam aplikasi kami sifatnya hanya pinjaman untuk cash loan, tapi kalau di JD.ID kami sifatnya product financing," ujar Jonathan dalam Media Visit Bisnis Indonesia-AdaKami, Kamis (23/9/2021).