Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha industri asuransi mengajukan permohonan untuk mendapat relaksasi kepada Pemerintah Provinsi Aceh sebagai masa transisi pelaksanaan Qanun Lembaga Keuangan Syariah secara penuh di Aceh.
Dengan berlakunya Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS), transaksi keuangan di Aceh diwajibkan menggunakan prinsip syariah. Aturan tersebut memberi batas waktu sampai dengan Januari 2022 bagi semua lembaga keuangan di Aceh untuk menerapkan prinsip syariah.
Kepala Departemen Syariah Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Mudzakir mengatakan bahwa industri asuransi jiwa menghadapi sejumlah tantangan terkait implementasi Qanun LKS. Salah satunya terkait dengan kompleksitas produk asuransi yang tidak dapat digeneralisasi apabila harus dilakukan konversi. Hal ini dapat menimbulkan biaya tambahan, selisih investasi, dan terutama untuk produk unit-linked, tidak semua perusahaan memiliki produk sejenis.
"Tiap produk itu berbeda, khususnya produk dengan masa perjanjian jangka panjang, khususnya asuransi jiwa. Sementara kalau kami akan alihkan, perusahaan yang menerima juga belum tentu produknya sama," ujar Mudzakir dalam sebuah FGD, Selasa (5/10/2021).
Dia menuturkan, anggota AAJI sebetulnya telah melakukan penyesuaian untuk mempersiapkan pelaksanaan Qanun secara penuh di 2022. Bagi yang memiliki unit syariah dapat tetap beroperasi, sementara bagi yang tidak memiliki unit syariah masih memerlukan waktu untuk bisa melakukan proses peralihan dan mensosialisasikan kepada nasabahnya.
Oleh karena itu, AAJI mengajukan permohonan relaksasi selama jangka waktu 2-3 tahun kepada Pemprov Aceh sebagai masa transisi industri asuransi jiwa untuk pelaksanaan Qanun Aceh secara penuh.
Baca Juga
"Semangat kami saat diskusi internal adalah menyukseskan ini [Qanun LKS]. Tapi di sisi lain, karena ini satu ketentuan yang harus diikuti, maka secara teknis kami harus lakukan tahapan-tahapan sehingga tidak menyalahi aturan. Untuk itu, kami mengajukan dalam bentuk relaksasi sehingga punya pedoman yang tetap terhadap pelaksanaan ini," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Dalimunthe mengatakan, penerapan Qanun LKS yang lebih cepat dari tenggat waktu spin off unit usaha syariah pada 2024, membuat perusahaan asuransi yang saat ini beroperasi di Aceh mulai menghentikan operasionalnya, termasuk kerja sama yang telah terjalin dengan perbankan dan lembaga pembiayaan yang dalam prosesnya mensyaratkan cover asuransi.
Menurutnya, dari 17 entitas asuransi umum yang beroperasi di Aceh, saat ini hanya tersisa 3 entitas. Jika memang ketiga entitas tersebut tidak bisa menyesuaikan dengan ketentuan Qanun sesuai tenggat waktunya, tidak ada lagi perusahaan asuransi umum yang beroperasi di Aceh pada 2022.
"Tapi kami sebenarnya ingin beri dukungan terhadap kelangsungan usaha di Aceh, terutama yang selama ini sudah kerja sama dengan perbankan, lembaga pembiayaan, maupun instansi lain. Untuk itu kami coba beri masukkan, jika memang kehadirannya tidak bisa di Aceh, kami usulkan dengan teknologi digital. Mungkin ini bisa jadi pertimbangan Pemprov Aceh," tutur Dody.
Menanggapi usulan-usulan tersebut, Kepala Biro Hukum Setda Aceh Amrizal J Prang menegaskan bahwa implementasi Qanun LKS wajib dilakukan pada Januari 2022. Hal ini mengingat Qanun tersebut telah memberikan masa transisi selama 3 tahun sejak Januari 2019 hingga Januari 2022.
Terkait kendala teknis yang dihadapi industri asuransi, pihaknya akan berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencari solusi sehingga masyarakat tidak dirugikan. Solusi atau kebijakan tersebut nantinya juga dipastikan tidak bertentangan dengan Qanun LKS.
"Tentu kebijakan ini tidak boleh melanggar Qanun, jangan sampai ini jadi masalah lagi. Secara teknis mungkin OJK bisa alternatifnya bagaimana masalah ini," ujar Amrizal.