Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kenaikan pendapatan premi industri asuransi mengalami kenaikan senilai Rp10,58 triliun per Oktober 2021 atau tumbuh 4,92 persen year-on-year (yoy).
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah mengatakan, tren positif pertumbuhan positif tersebut menunjukkan bahwa industri asuransi merupakan salah satu industri yang cukup tangguh dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19.
"Kita patut syukuri, meski pertumbuhan biasanya double digit, ini single digit, tapi masih tumbuh. Artinya, masih ada potensi ke depan di 2022 yang banyak pihak beranggapan masih jadi perlu perhatian kita dalam hal penanganan Covid-19," ujar Nasrullah dalam webinar Insurance Outlook 2022, Selasa (21/12/2021).
Di sisi lain, pertumbuhan premi tersebut juga menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyrakat untuk berasuransi di masa pandemi. Menurutnya, minat masyarakat terhadap sektor asuransi cukup baik karena dinilai mampu memberikan proteksi di tengah berbagai ketidakpastian akibat pandemi.
Meski parameter makro ekonomi dan sektor jasa keuangan menunjukkan tren bagus, Nasrullah mengingatkan agar para pelaku industri mencermati kondisi di 2022 yang masih memilki risiko ketidakpastian, misalnya, munculnya varian baru Covid-19, Omicron.
"Varian Omicron yang secara penyebaran memiliki kemampuan lebih cepat menjadi ancaman bagi banyak negara, termasuk kondisi terburuk, yakni ditutupnya perbatasan pintu masuk. Kita tidak tahu seberapa besar dampaknya kepada kondisi masyarakat secara umum dan perekonomian, yang jelas beberapa negara Eropa sudah kembali mengeluarkan kebijakan lebih ketat, beberapa sudah memberlakukan lockdown dan segala macam," tuturnya.
Selain itu, kebijakan tapering off yang akan dilakukan oleh Amerika Serikat juga perlu diantisipasi oleh para pelaku industri asuransi.
"Kebijakan tapering off yang perlu diantisipasi adalah kemungkinan kenaikan yield surat berharga di advance ekonomi yang kemudian juga dapat memicu terjadinya capital outflow di pasar keuangan negara-negara berkembang," imbuh Nasrullah.