Bisnis.com, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJamsostek membutuhkan dukungan regulasi untuk bisa menempatkan dana kelolaannya di instrumen investasi di luar negeri.
Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan Edwin Michael Ridwan mengatakan, kebutuhan penempatan dana kelolaan di luar negeri disebabkan likuiditas pasar modal dalam negeri kurang untuk dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan yang begitu besar. Hal ini tentunya membuat ruang gerak investasi BPJS Ketenagakerjaan menjadi terbatas.
"Memang kami mengalami kendala lakukan investasi di pasar modal. Kalau kita ibaratkan kami kapal tanker, kami akan sulit bermanuver mengingat banyak saham-saham yang listing di bursa saham Indonesia likuiditasnya kurang," ujar Edwin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (20/1/2022).
Sampai dengan 31 Desember 2021, BPJS Ketenagakerjaan mencatat dana kelolaan investasinya telah mencapai Rp553,5 triliun atau tumbuh 13,64 persen year-on-year.
Menurut Edwin, dengan terbatasnya ruang gerak investasi tersebut, potensi untuk mendapatkan return investasi yang lebih maksimal menjadi sulit.
Oleh karena itu, pihaknya menilai, salah satu solusi yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan memperbolehkan BPJS Ketenagakerjaan menempatkan investasinya di luar negeri.
Baca Juga
"Size seperti kami ini, bursa saham di Indonesia likuiditasnya tidak terlalu baik. Artinya, kami sudah terlalu besar dengan kondisi yang ada di pasar. Mungkin solusinya, kami diperbolehkan investasi ke luar negeri, misalnya," katanya.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menambahkan bahwa saat ini, regulasi yang ada memang belum memperbolehkan BPJS Ketegakerjaan untuk menempatkan investasinya di luar negeri.
"Untuk investasi tadi, ada kebutuhan dukungan peraturan yang memperbolehkan ke luar negeri," kata Anggoro.
Selain itu, ia juga menyampaikan BPJS Ketenagakerjaan membutuhkan dukungan berupa payung hukum untuk melakukan mekanisme cut loss.
"Kami butuh aturan ini karena investasi di saham bisa naik, bisa turun. Di institusi manapun pada saat punya instrumen saham dengan return yang tinggi, juga risiko tinggi, ada mekanisme cut loss. Kami belum punya itu," imbuhnya.
Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan membukukan hasil investasi senilai Rp35,36 triliun sepanjang 2021.
Realisasi hasil investasi tersebut meningkat 9,37 persen secara year-on-year (yoy). Meski demikian, pencapaian masih di bawah target yang diharapkan atau baru mencapai 94,55 persen dari target hasil investasi di 2021.