Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI: Kondisi Eksternal RI Cukup Kuat untuk Antisipasi Dampak Tapering the Fed

BI mencatat neraca pembayaran Indonesia pada 2021 terus mengalami perbaikan, didorong oleh transaksi berjalan yang mencatat surplus 0,2 persen dari PDB, serta surplus dari transaksi modal dan finansial yang meningkat.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa kondisi eksternal Indonesia cukup kuat untuk mengantisipasi dampak dari normalisasi kebijakan moneter atau tapering the Fed.

BI mencatat, neraca pembayaran Indonesia pada 2021 terus mengalami perbaikan, didorong oleh transaksi berjalan yang mencatat surplus 0,2 persen dari PDB, serta surplus dari transaksi modal dan finansial yang meningkat.

Kondisi ini mendorong cadangan devisa tetap tinggi hingga akhir 2021. Tercatat, posisi cadangan devisa Indonesia pada Desember 2021 mencapai US$144,9 miliar, setara dengan 7,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.

Posisi ini pun jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

“Secara fundamental, kondisi eksternal kita cukup bagus, termasuk tahun ini [untuk] menghadapi dan mengantisipasi normalisasi kebijakan the Fed,” kata Perry dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (27/1/2022).

Pada kesempatan tersebut, Perry menyampaikan bahwa normalisasi kebijakan the Fed masih menjadi salah satu risiko yang perlu diwaspadai di pasar keuangan global.

Normalisasi kebijakan moneter the Fed diperkirakan akan lebih cepat dan lebih kuat, sebagai respons atas tekanan inflasi di AS yang tinggi karena kenaikan permintaan dan gangguan pasokan, serta tingginya penyebaran Covid-19 varian Omicron.

“Khususnya Fed Fund Rate, kami perkirakan akan naik empat kali mulai Maret, kemudian Juni, September, dan di akhir tahun,” jelas Perry.

Dia mengatakan, hal ini tentunya akan berdampak pada kenaikan tingkat imbal hasil US Treasury, sehingga berdampak pada terbatasnya aliran modal ke negara emerging market, termasuk Indonesia.

Namun demikian, BI memperkirakan kinerja neraca pembayaran Indonesia pada 2022 akan tetap mencatatkan surplus, dengan perkiraan defisit transaksi berjalan yang tetap rendah pada kisaran 1,1 hingga 1,9 persen dari PDB.

Surplus neraca transaksi global dan finansial pun diperkirarkan lebih besar, terutama dari penanaman modal asing (PMA), sejalan dengan berlanjutnya reformasi struktural dan perbaikan iklim investasi di dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper