Bisnis.com, JAKARTA – Langkah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) menyetop penyaluran kredit pada sektor yang dinilai merusak lingkungan hidup, seperti batu bara dan minyak bumi diikuti dengan optimalisasi pembiayaan green financing.
Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto menyampaikan hingga kuartal I/2022 portofolio green financing tercatat senilai Rp71,5 triliun. Nilai itu setara dengan 7,3 persen dari total penyaluran kredit BRI.
Apabila dirinci, penyaluran kepada sektor renewable energy telah mencapai Rp6,3 triliun, sektor transportasi ramah lingkungan sebesar Rp14,4 triliun, green building sebesar Rp2,1 triliun, dan kegiatan bisnis ramah lingkungan lainnya sebesar Rp45,1 triliun.
“Sebagai first mover on sustainable banking di Indonesia, ke depan BRI akan terus meningkatkan pembiayaan kepada aktivitas bisnis yang berkelanjutan [sustainable business activities], termasuk di dalamnya green financing sebagai upaya memberikan value kepada seluruh stakeholders,” kata Aestika kepada Bisnis, Rabu (25/5/2022).
Aestikan menyatakan BRI selalu mengutamakan faktor lingkungan dan konsekuensinya di dalam setiap produk dan pelayanan yang ditawarkan.
“Hal ini misalnya dalam setiap partisipasi pembiayaan atau pun kredit terhadap suatu proyek yang berpotensi membahayakan lingkungan hidup, maka BRI akan menganalisa setiap risiko yang ada dan hanya akan turut berpartisipasi dalam pembiayaan proyek tersebut apabila poin-poin yang perlu dipenuhi oleh debitur telah dipenuhi seperti misalnya mengenai AMDAL dan sertifikasi sertifikasi lingkungan yang relevan,” terangnya.
Baca Juga
Aestika mengatakan penilaian ini sangat penting karena proyek yang membahayakan lingkungan hidup tidak sesuai dengan kebijakan bisnis BRI.
“BRI berkomitmen untuk memenuhi semua peraturan terkait lingkungan di dalam operasional bisnis dan pelayanan yang dilakukan untuk nasabah,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Aestika, BRI juga memastikan pembiayaan yang diberikan untuk membantu kegiatan nasabah BRI tetap memenuhi kaidah Keuangan Berkelanjutan yang menjadi kesepakatan perbankan yang tergabung di dalam Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI).
Adapun bank pelat merah dengan sandi saham BBRI ini menerapkan proses evaluasi dan seleksi di dalam mengelola risiko berkaitan dengan risiko lingkungan dan sosial yang dilakukan dalam lima tahap.
Pertama, memastikan semua kepatuhan terhadap regulasi yang terkait telah dipenuhi. Kedua, dokumen berkaitan dengan lingkungan untuk industri yang masuk dalam kriteria wajib AMDAL atau Environmental Impact Assessment (EIA) telah tersedia.
Aestika menerangkan perizinan lingkungan dan sertifikasi seperti PROPER, ISPO, dan sertifikasi voluntary seperti RSPO juga diperlukan untuk industri berbasis kelapa sawit serta sertifikasi berbasis SVLK untuk di Industri kehutanan atau pun sertifikasi lingkungan lainnya seperti ISO 14001 akan menjadi nilai tambah dalam penilaian ini.
Ketiga, hasil Analisa Dampak Sosial (SIA). Keempat, dokumen rencana & monitoring lingkungan seperti (RKL/RPL dan atau UKL/UPL).
Terakhir atau kelima, yakni monitoring secara rutin melalui pelaporan berbasis pelaporan standar nasional dan global.
Aestika menambahkan bahwa roadmap BRI sebagai first mover memiliki komitmen untuk menerapkan prinsip keuangan berkelanjutan tidak hanya untuk memenuhi regulasi (beyond compliance).
Lebih lanjut, komitmen tersebut tertuang dalam Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan BRI yang antara lain dengan melakukan pendanaan berbasis green funding, melalui kerja sama dengan merchant untuk produk yang ramah lingkungan dan meningkatkan perhatian investor atas implementasi keuangan berkelanjutan.
“Perseroan akan terus melakukan mapping terhadap portofolio usaha berkelanjutan dan memberikan kredit kepada sektor usaha yang ramah lingkungan hidup,” tutupnya.