Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ramalan Bos BCA Soal Hanya 3 Bank Digital yang Akan Bertahan, Mulai Terbukti?

Bos BCA Jahja Setiaatmadja menuturkan bank-bank digital yang bergerak cepat menjalankan bisnis lewat berbagai inovasi, telah membawa persaingan di industri perbankan nasional ke arena baru.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja. /BCA
Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja. /BCA

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja sempat meramalkan bahwa hanya akan ada 1 atau 3 bank digital yang akan bertahan dalam satu dekade ke depan.

Hal itu disampaikan Jahja ketika hadir sebagai pembicara dalam webinar Bisnis Indonesia Banking Outlook yang digelar pertengahan September 2021.

Dia menuturkan bank-bank digital yang bergerak cepat menjalankan bisnis lewat berbagai inovasi, telah membawa persaingan di industri perbankan nasional ke arena baru. Kondisi ini diperkirakan Jahja hanya menyisakan 1 atau 3 bank digital ke depan.

“Saya pikir di Indonesia 10 tahun dari sekarang, hanya akan melihat ada 3 bank digital,” ujar Jahja yang telah menjabat sebagai Presiden Direktur BCA sejak tahun 2011.

Menurut Jahja, hal itu tidak terlepas dari fenomena yang terjadi di negara-negara yang lebih dulu adaptif terhadap layanan keuangan digital. Di Korea Selatan, misalnya, dominasi dipegang oleh Kakao Bank yang memiliki 13,98 juta nasabah per Maret 2021.

“Jadi, pada akhirnya pasar akan memfasilitasi the leader of the market,” pungkasnya. Jahja mengatakan hal tersebut juga bisa saja terjadi di industri bank digital Indonesia. Artinya, dari sejumlah pelaku bank digital, tidak semuanya akan menjadi pemain besar.

Ramalan bos BCA tersebut setidaknya hampir terbukti benar. Sampai saat ini, arena persaingan bank digital seolah hanya mempertemukan PT Bank Jago Tbk. (ARTO) besutan Jerry Ng dan PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) yang dinakhodai CT Corp.

Hingga Minggu (29/5/2022), kedua bank digital itu bersaing ketat dalam hal kapitalisasi pasar atau market cap. ARTO tercatat masih unggul dibandingkan BBHI, dengan market cap sebesar Rp121,59 triliun versus Rp104,09 triliun.

Capaian kapitalisasi pasar yang dibukukan oleh ARTO dan BBHI cukup kontras dengan raihan bank digital lain. PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB), misalnya, tercatat membukukan market cap senilai Rp13,10 triliun.

Sementara itu, PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) yang digadang-gadang menjadi bank digital dalam kelompok perbankan pelat merah, membukukan market cap senilai Rp20,93 triliun. Diikuti kapitalisasi pasar PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK) yang mencapai Rp25,80 triliun.

Jahja sejak jauh-jauh hari sudah mengingatkan tentang sejumlah syarat bagi bank digital untuk bertahan di tengah ketatnya persaingan. Salah satunya adalah mempunyai nasabah yang aktif. Ini menjadi penting karena profitabilitas datang dari jumlah transaksi, bukan nominal pengguna.

Menurutnya, cepatnya pertumbuhan nasabah bank digital tidak terlepas dari promo yang ditawarkan. Namun, hal itu tidak cukup untuk membuat nasabah loyal bertransaksi. Untuk itu, bank digital perlu berkolaborasi untuk memenangkan persaingan. “Partner yang mereka gandeng ini menentukan sekali ke depannya untuk perkembangan digital bank,” kata Jahja.

Sementara itu, selaku regulator di industri perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak akan membiarkan bank-bank yang telah memilih jalur digital ini berjalan dan bertarung sendirian. 

Otoritas menjanjikan bahwa ke depan mereka akan terus memberikan uluran tangan. Termasuk memastikan kesiapan regulasi sepanjang masih berada dalam kapasitas yang mereka jangkau.

“Dalam dunia digital ini kendalanya kita belum punya spesifik UU digitalisasi. Padahal produk dan layanannya sudah terintegrasi di berbagai sektor, sehingga kewenangan masing-masing lembaga saling terkait. Prosesnya mungkin ini panjang," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo.

OJK juga siap menjadi pembimbing sekaligus verifikator. Mereka ingin memperketat pemberian izin untuk bank digital, sehingga ke depan bank-bank yang telah mendapatkan lisensi digital hanyalah mereka yang punya rencana bisnis jelas dan pasti.

Adapun setelah mendapat izin menjadi bank digital, OJK juga akan melakukan pengawasan ketat selama 3 tahun awal. Tujuannya untuk memastikan apakah bank terkait mengeksekusi bisnisnya sesuai dengan komitmen awal yang mereka janjikan kepada regulator.

“Nantinya harus punya ekosistem, dan harus hati-hati. Karena dananya dari fundraising publik, kalau tidak punya arah bisnis saya yakin tidak bisa bertahan lama. Karena itu akan membuat daya saing terbatas dan mereka kerepotan sendiri. Ini akan kami cegah, jangan sampai, karena hanya akan merusak pasar,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper