Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah investor mempertebal kepemilikan saham mereka di bank-bank digital. Tampaknya, bank digital dengan beban promosi dan pemasaran yang tinggi, menjadi favorit para pemilik modal.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan penambahan modal yang dilakukan investor dilakukan untuk memperkuat posisi mereka sehingga investor dapat menjadi penentu suara saat rapat umum pemegang saham tahunan.
Investor juga melihat bank digital berbeda dengan perusahaan finansial teknologi. Bank digital dapat mengelola modal dengan lebih baik dibandingkan dengan perusahaan fintech, karena bank digital dahulunya merupakan bank konvensional.
“Dan ketika bank digital bisa mengelola ekosistemnya maka dia bisa tumbuh membaik,” kata Abdul, Kamis (9/60.
Adapun mengenai beban promosi dan biaya pemasaran yang tinggi, yang mirip dengan perusahaan rintisan, menurut Abdul, tidak masalah selama sudah mendapat persetujuan investor.
Bank digital merupakan bank baru yang perlu memperkenalkan diri ke masyarakat. Biaya pemasaran yang tinggi bisa saja hadir dari efisiensi yang dilakukan bank digital karena mereka tidak memiliki banyak kantor cabang.
Baca Juga
Selain itu, bisa saja biaya pemasaran yang dikeluarkan sejauh ini tidak jauh berbeda dengan bank-bank konvensional, namun terlihat besar karena mereka bank baru.
“Jadi branding diri mereka adalah dengan memberikan fasilitas-fasilitas yang tidak diberikan oleh bank-bank biasa. Walaupun pada akhirnya cost of fund dari bank ini akan meningkat,” kata Abdul.
Senada Pengamat Ekonomi Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto mengatakan sebagai bank yang baru hadir di Tanah Air, bank digital harus melakukan promosi dan edukasi secara intensif untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap produk mereka.
Bank-bank digital harus terus mengedukasi mengenai kelebihan dan perbedaan bank digital dengan bank konvensional. Bersamaan dengan itu mereka juga terus menebar promosi untuk bisa menjadi yang pertama dan terdepan.
“Apakah pasti sukses? tidak ada yang tahu. Nadinya bisnis itu kan berspekulasi, kita membuka bisnis baru dengan harapan orang-orang lari ke kita. Kalau jadi pengikut hanya dapat kecil,” kata Doddy.
Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan beban promosi bank digital yang terus membesar seperti perusahaan rintisan diharapkan terjadi dalam waktu singkat. Banyak cara bagi bank digital untuk menggaet nasabah baru, salah satunya dengan cara berkolaborasi.
Bhima juga menilai bank digital berbeda dengan perusahaan rintisan yang kerap memangkas jumlah pegawai. Menurutnya, pegawai bank digital saat ini masih sangat ramping, sehingga tidak mungkin memangkas pegawai. Mereka justru membutuhkan SDM baru untuk mengisi sejumlah pos IT.
“Kemudian untuk nasabah deposan, sekarang banyak wealth management yang terintegrasi, sehingga banyak kemudahan bagi bank digital untuk merangkul tidak hanya nasabah milenial,” kata Bhima.
Bhima berpendapat ke depan bank-bank digital yang terintegrasi dengan banyak ekosistem akan diminati oleh investor. Jika tidak terintegrasi maka akan tersingkir dari kompetisi.
Kedua, bank digital yang dilirik investor adalah bank digital yang biaya operasionalnya efisien. Bank yang mengeluarkan promosi biasa saja tetapi dapat menghadirkan layanan yang nyaman bagi nasabah, maka akan diminati investor.
Ketiga, lanjut Bhima, adalah bank yang memiliki keamanan sistem dan kredibilitas baik yang akan diminati investor.
“Jadi akhirnya memang hanya ada 2–3 bank digital yang mendominasi dan itu entry barriers bagi bank digital baru yang masuk, yang tidak punya ekosistem akan sulit bersaing,” kata Bhima.
Sekadar informasi, bank-bank digital terus mendapat tambahan modal, baik dari pemegang eksisting maupun pemegang saham baru. AMRT, pengelola jaringan ritel modern Alfamart, dikabarkan membeli 294.118.800 saham Bank Aladin Syariah (BANK) dengan mahar sekitar Rp500 miliar.
Sementara itu Tolaram Group Inc. membeli 765.825.381 saham PT Bank Amar Indonesia Tbk. atau AMAR pada 6 Juni 2022. Aksi tersebut membuat kepemilikan perusahaan konglomerasi asal Singapura di Bank Amar naik dari 60,38 persen menjadi 65,93 persen.
Kemudian terdengar kabar bahwa Akulaku akan mempertebal kepemilikan sahamnya di PT Bank Neo Commerce Tbk. (BYBB) menjadi 40 persen, dari sebelumnya 27,5 persen.
Rencana penambahan modal tersebut terjadi di tengah perang promosi yang dilakukan bank-bank digital. Sekedar informasi, pada April 2022 beban promosi dan pemasaran sejumlah bank digital membengkak.
Berdasarkan laporan publikasi keuangan bank digital, Bank Neo Commercemenjadi bank digital yang paling loyal dalam menggelontorkan biaya promosi pada April 2022.
Beban promosi BYBB meningkat 10.724 persen yoy pada April 2022 menjadi Rp190,83 miliar dari April 2022 sebesar Rp1,76 miliar.
Selanjutnya, PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK) menempati posisi kedua dengan kenaikan mencapai 3.754 persen secara tahunan. Beban biaya yang harus digelontorkan Bank Aladin naik dari Rp137 juta pada posisi April 20221 menjadi Rp5,28 miliar per April 2022.
Tak mau kalah, di posisi ketiga, PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) yang dimiliki oleh taipan Chairul Tanjung alias CT juga melakukan promosi besar-besaran saat meluncurkan Allo Bank melalui Allo Bank Festival 2022 yang dihelat selama tiga hari pada 20-22 Mei 2022 di Istora Senayan, Jakarta.
Dalam penyelenggaraannya, Allo Bank menghadirkan boy band dan girl band asal Korea Selatan, NCT Dream dan Red Velvet, untuk menarik antusiasme calon nasabah. Aksi jor-joran ini pun tak menutup kemungkinan akan berdampak pada menggunungnya biaya promosi perseroan. Pada April 2022 beban promosi Allo Bank sudah meningkat 767 persen yoy, dari Rp86 juta menjadi Rp746 juta.