Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dear Investor Millenial, Ini Manfaat Literasi Keuangan Sebelum Investasi

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mendorong investor dari generasi millenial untuk melek soal keuangan agar bisa memaksimalkan investasi mereka.
Sekretaris LPS Dimas Yuliharto (tengah) dan Financial Influencer Dani Rachmat (kanan) pada webinar Belanja Cuan: Financially Happy Muda Senang, Tua Tetap Tenang dalam acara Bisnis Muda Day 2, Sabtu (11/6/2022)/Bisnis-Abdurachman
Sekretaris LPS Dimas Yuliharto (tengah) dan Financial Influencer Dani Rachmat (kanan) pada webinar Belanja Cuan: Financially Happy Muda Senang, Tua Tetap Tenang dalam acara Bisnis Muda Day 2, Sabtu (11/6/2022)/Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mendorong generasi Y atau millenial untuk memiliki literasi keuangan sebelum mulai berinvestasi. Adapun, investasi bisa dilakukan baik untuk dana darurat, keperluan asuransi, serta simpanan hari tua atau pensiun.

Sebagai salah satu anggota dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), LPS berperan dalam menjamin simpanan nasabah di perbankan. Simpanan tersebut merupakan sebagian dari modal investasi yang sangat konservatif, atau lebih cenderung untuk menghindari risiko kerugian, seperti dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito.

Kendati produk simpanan bank dianggap minim risiko, LPS tetap mendorong investor milenial untuk melek soal keuangan terlebih dahulu agar memahami seluk-beluk seluruh produk investasi. Manfaat pertama, jelas Sekretaris LPS Dimas Yuliharto, yaitu agar para calon investor milenial tahu berbagai macam produk investasi dan segala macam risikonya.

"[Investor milenial] harus tahu risiko dan jangka waktu produk investasinya seperti apa. Jangan sampai belum tahu risiko, tapi sudah masuk dan membeli produk tersebut sehingga ketika ada sesuatu yang tidak sesuai harapan lalu kecewa," kata Dimas pada webinar "Belanja Cuan: Financially Happy Muda Senang, Tua Tetap Tenang" dalam acara Bisnis Muda Day 2, Sabtu (11/6/2022).

Manfaat kedua, literasi keuangan bisa membantu investor milenial bahkan seluruh umur menghindari berbagai bentuk penipuan berkedok investasi. Contohnya, investasi bodong, skema ponzi, monkey business, dan masih banyak bentuk lainnya.

Berdasarkan catatan Bisnis, Satgas Waspada Investasi (SWI) pada Desember 2021 sempat menghentikan sembilan (9) entitas penawaran investasi ilegal. Di antaranya termasuk investasi aset kripto tanpa izin.

Manfaat ketiga, investor milenial yang memiliki literasi soal keuangan diharapkan bisa lebih matang dalam merencanakan dan mengelola keuangannya. Terutama, soal alokasi penghasilan untuk berbagai kepentingan masa depan seperti dana darurat, asuransi, dan simpanan hari tua atau pensiun.

"Menjadi lebih penting ketika kita sudah terima uang dari penghasilan kerja. Harus sudah bisa membuat perencanaan dan pengelolaan keuangan," kata Dimas.

Manfaat keempat, investasi dinilai bisa meningkatkan taraf hidup generasi milenial, sehingga nantinya berujung pada pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.

Adapun, generasi milenial baru mengalokasikan penghasilan atau keuangannya untuk kebutuhan tabungan dan investasi sebesar 10,7 persen. Hal tersebut ditemukan dalam survei Alvara Indonesia (2020) yang berjudul Gen Z and Millenial Report.

Sementara itu, alokasi untuk investasi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan alokasi untuk telekomunikasi (internet dan telepon) sebesar 13 persen.

Menurut Financial Influencer Dani Rachmat, alokasi tersebut masih lebih rendah jika investasi ditujukan utamanya untuk jaminan pensiun. Dia mengatakan idealnya alokasi keuangan (penghasilan bulanan) untuk investasi sebesar 20 persen, kebutuhan mutlak 50 persen, dan keinginan (tersier) 30 persen.

Selain alokasi yang lebih besar, investasi dengan tujuan hari tua/pensiun dinilai lebih baik untuk dilakukan lebih awal atau tidak mepet dengan waktu pensiun. Hal tersebut bertujuan agar dana yang diinvestasikan bisa memadai pada masa pensiun, serta lebih ringan untuk ditabung/disisihkan dari total penghasilan.

Apalagi, lanjut Dani, tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi tidak berbanding lurus. Artinya, saat produktivitas seseorang sudah turun, tidak berarti konsumsinya akan ikut turun juga.

"Ini akan menyebabkan mismatch antara tingkat konsumsi dan tingkat penghasilan kita [di hari tua]. Ketika sudah pensiun income berhenti, tapi konsumsi tidak berhenti," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper