Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah saham bank digital mulai dari Allo Bank, Bank Neo Commerce, hingga MNC Bank anjlok pada perdagangan, Senin (13/6/2022). Pelemahan ini pun semakin menekan harga saham bank digital sepanjang tahun 2022.
Hingga penutupan perdagangan sesi pertama hari ini, saham PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) dan PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) terpantau anjlok dengan penurunan sebesar 6,81 persen. BBHI menuju level Rp3.420 per lembar, sementara BBYB ke posisi Rp1.300.
Sepanjang tahun berjalan atau year-to-date (ytd), saham BBHI dan BBYB juga mengalami penurunan yang dalam. Pergerakan saham BBHI secara ytd terkoreksi 15,03 persen, sedangkan BBYB merosot 50,57 persen.
Saham bank digital lain, seperti PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP), PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR), PT Bank Jago Tbk. (ARTO), dan PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) juga menderita penurunan.
BABP terpantau mengalami koreksi sebesar 6,16 persen menuju Rp137 per lembar, diikuti saham AMAR yang turun 5,23 persen ke posisi Rp290 per unit. Sementara itu, ARTO melemah 3,74 persen menuju Rp8.375 pe lembar saham dan AGRO turun 3,39 persen ke Rp855.
Sejak awal tahun hingga hari ini, saham AGRO anjlok sebesar 52,76 persen, ARTO turun 47,66 persen, disusul disusul BABP yang merosot 26,34 persen dan AMAR terkoreksi 2,68 persen.
Penurunan harga saham bank digital sepanjang 2022, seolah mengamini keputusan investor kawakan Lo Kheng Hong yang mengaku enggan membeli saham-saham perusahaan digital di bidang perbankan. Hal ini diungkapkan Pak Lo, sapaan akrabnya, pada Februari 2022.
Saat itu, Pak Lo menuturkan bahwa dirinya tidak mungkin membeli saham bank kecil dengan aset di bawah Rp10 triliun, tetapi tetapi memiliki price to book (P/B) 50x, sedangkan ada bank beraset Rp200 – Rp300 triliun P/B hanya 0,5x.
Dia juga menyampaikan bahwa bahwa ada juga perusahaan yang mungkin sepanjang 2021 labanya hanya menyentuh Rp250 miliar, tetapi memiliki valuasi senilai Rp100 triliun.
“Jadi, tidak mungkin saya beli seperti itu. Saya lebih suka beli saham-saham seperti tambang batu bara yang P/E [price to earning] di bawah 5, atau beli bank-bank yang P/B hanya 0,5x yang murah-murah. Jadi, tidak mungkin saya beli perusahaan digital. Tidak masuk akal buat saya."
Dalam konteks ini, Pak Lo menganalogikan bahwa dirinya hanya mau membeli mobil Mercedes-Benz dengan harga Toyota Avanza. Bukan bajaj yang dijual dengan harga selangit.
“Bajaj dijual harga Mercy tentu saya tidak mau beli, tetapi kalau Mercy dijual harga Avanza ya saya mau beli. Mercy yang dijual harga Avanza itu di dunia nyata tidak ada, yang ada hanya di bursa saham saja,” pungkasnya.
Pak Lo, kini berstatus sebagai pemegang saham dengan kepemilikan di atas 5 persen untuk empat emiten bursa. Portofolio itu tersebar di PT Petrosea Tbk. (PTRO), PT Global Mediacom Tbk. (BMTR), PT Clipan Finance Indonesia Tbk. (CFIN), PT Gajah Tunggal Tbk. (GJTL).
Mendapat julukan sebagai Warren Buffett Indonesia, tidak sedikit kalangan investor yang meniru gaya berinvestasi Lo Kheng Hong termasuk portofolio saham yang dimiliki.