Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha dan Bankir Usul Perpanjangan Restrukturisasi Kredit, Begini Jawaban OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mengkaji usulan perpanjangan masa restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 minimal yang digulirkan oleh perbankan.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bakal mengkaji usulan perpanjangan masa restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 minimal satu tahun yang digulirkan oleh perbankan.

Dalam acara Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022, sejumlah bankir mengusulkan agar masa restrukturisasi kredit dapat diperpanjang kembali minimal satu tahun. Sebab, tekanan perekonomian saat ini menyisakan kekhawatiran terhadap prospek kinerja debitur.

“OJK tentunya akan membuat suatu kajian terlebih dahulu sebelum nantinya menjadi suatu kebijakan,” kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat kepada Bisnis, Rabu (22/6/2022).

Teguh menyatakan bahwa sejauh ini berbagai stimulus yang digulirkan pemerintah mampu menjaga stabilitas sektor perbankan. Hal ini tecermin dari kinerja perbankan yang sampai dengan April menunjukkan peningkatan dari berbagai aspek.

OJK mencatat penyaluran kredit hingga April 2022 tumbuh 9,1 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp5.981 triliun. Dana pihak ketiga juga naik 10,11 persen yoy menjadi Rp7.486 triliun. Capaian ini membuat aset perbankan mencapai Rp10.173 triliun, tumbuh 10,29 persen yoy.

Kendati demikian, Teguh mengimbau kepada perbankan untuk terus memantau risiko kredit. Pasalnya, kondisi loan at risk (LAR) perbankan tercatat masih cukup tinggi.

LAR merupakan indikator risiko atas kredit yang disalurkan. Hal tersebut terdiri dari kredit kolektibilitas 1 yang telah direstrukturisasi, kolektibilitas 2, atau dalam perhatian khusus, serta kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).

“Perbankan tetap perlu memerhatikan risiko kredit selama proses normalisasi kebijakan karena nilai LAR masih cukup tinggi sebesar 18,29 persen,” tutur Teguh.

Sementara itu, rasio total pinjaman dan total simpanan (LDR), secara tahunan sedikit terkontraksi menjadi 79,90 persen pada April 2022. Dari sisi permodalan, perbankan mengalami penguatan dengan capital adequacy ratio (CAR) naik menjadi 24,32 persen.

Perbankan di Tanah Air juga berhasil menjaga profitabilitas. Tecermin dari rasio beban operasional dan pendapatan operasional pada April 2022 yang turun menjadi 78,57 persen dari posisi Desember 2020, yakni 86,55 persen.

Selain itu, pendapatan bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan meningkat secara tahunan dari 4,55 persen menjadi 4,63 persen para April 2022.

Sebelumnya, 

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengusulkan agar masa restrukturisasi kredit terdampak pandemi Covid-19 dapat diperpanjang kembali.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diketahui telah memperpanjang periode restrukturisasi kredit perbankan sampai dengan Maret 2023. Namun, tekanan perekonomian saat ini menyisakan kekhawatiran terhadap prospek kinerja debitur.

Jahja mengatakan bahwa kalangan perbankan saat ini mengharapkan masa relaksasi tersebut dapat kembali diperpanjang. Namun, usulan untuk memperpanjang periode restrukturisasi akan sangat bergantung pada kebijakan pimpinan OJK yang baru.

“Apakah bisa ini [restrukturisasi] diperpanjang setahun lagi? Karena ibaratnya petinju kalau sudah kena gebuk sedikit untuk recovery butuh waktu. Biarpun dia sehat tetapi tetap perlu waktu untuk pemulihan,” ujarnya dalam Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022, Rabu (22/6/2022).

Senada, Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menilai kebijakan restrukturisasi kredit perlu diperpanjang guna menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Di samping itu, pengusaha melihat restrukturisasi kredit ini juga dapat mengimbangi potensi pelemahan pasar dan efek tapering terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka pendek-menengah.

Wakil Ketua Kadin Shinta Widjaja Kamdani mengatakan kebijakan tersebut menjadi penting dikarenakan adanya beberapa tekanan global pada paruh kedua 2022-2023 ini, di antaranya proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global, tekanan inflasi di pasar domestik dan tekanan kenaikan suku bunga dari negara-negara maju yang bakal lebih terasa sehingga membebani kinerja ekonomi nasional.

“Kita tidak tahu bagaimana pasar domestik bisa bertahan dari potensi peningkatan inflasi dan bagaimana sektor riil kita bertahan dalam proyeksi peningkatan tekanan kinerja karena potensi pelemahan nilai tukar, kenaikan suku bunga dan penurunan daya beli pasar,” ujar Shinta saat dihubungi Bisnis, Rabu (22/6/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper