Bisnis.com, JAKARTA - Perbankan dihadapkan dengan sejumlah tantangan dalam menghimpun dana pihak ketiga (DPK) pada kuartal III/2022. Inflasi dan kenaikkan suku bunga merupakan beberapa tantangan yang perlu diantisipasi oleh lembaga keuangan.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan kondisi global yang tidak stabil dan inflasi, secara umum membuat langkah perbankan dalam menghimpun DPK pada kuartal III/2022 makin berat.
“[DPK] tidak akan tumbuh signifikan dalam kondisi seperti sekarang. Orang akan menghabiskan uang karena harga-harga cenderung mahal,” kata Amin, Kamis (7/7).
Lebih lanjut, kata Amin, dengan suku bunga yang masih ditahan upaya bank konvensional dan menarik DPK akan makin berat.
Bank konvensional tidak mungkin menawarkan suku bunga DPK tinggi untuk menarik orang menyimpan dana, karena bunga kredit yang mereka tawarkan sudah terlanjur murah.
Adapun jika bank tersebut memiliki ekosistem yang membuat perputaran uang hanya berada pada ekosistem mereka, ujar Amin, perbankan sedikit terbantu.
Baca Juga
“Jadi tantangannya adalah perbankan harus mampu menghadirkan jasa layanan digital yang bisa membantu nasabah bertahan. Minimal DPK mereka tidak diambil bank lain,” kata Amin.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengomentari mengenai tantangan bank digital dalam menghimpun DPK.
Menurut Bhima, tantantangan yang harus mereka antisipasi adalah perubahan mobilitas masyarakat yang dahulu bertransaksi secara digital karena pembatasan mobilitas, ketika pandemi melandai aktivitas kembali normal dan transaksi dilakukan secara luring.
“Artinya penghimpunan DPK yang dahulu dilakukan secara digital, sekarang menjadi tantangan bagi mereka. Terutama untuk deposan ritel atau yang berada di bawah Rp100 juta rupiah,” kata Bhima.
Untuk menghadapi kondisi tersebut, menurut Bhima, bank digital perlu melakukan pendekatan omnichannel, dengan merambah ke pusat perbelanjaan, membuat promosi dan lain sebagainya.
Selain itu, sambungnya, bank digital harus dapat mencari deposan kakap, yaitu perusahaan konglomerasi, perusahaan industri skala besar dan lain sebagainya.
“Ini kan satu potensi yang sangat besar untuk menggarap korporasi. Kalau deposan kakapnya individu, berarti wealth management, kalau korporasi biasanya mereka incar lewat CASA,” kata Bhima.