Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah pengamat menilai transaksi perbankan menggunakan kartu anjungan tunai mandiri (ATM) dan debit akan terus mengalami penurunan, bahkan diprediksi bakal menghilang dalam 5 tahun ke depan.
Namun, menurunnya angka transaksi kartu ATM dan debit di Indonesia juga dinilai sebagai kabar yang bagus. Apa alasannya?
Mengutip data Statistik Sistem Pembayaran dan Infrastruktur Pasar Keuangan Indonesia (SPIP) yang dirilis Bank Indonesia (BI), transaksi menggunakan kartu ATM dan debit mengalami penurunan per Mei 2022.
Data tersebut menunjukkan volume transaksi kartu ATM dan debit menyusut 6,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), dari 626,92 juta menjadi 586,71 juta per Mei 2022. Sementara itu, nilai transaksi juga turun 9,7 persen yoy dari semula Rp669,96 triliun menjadi Rp605,27 triliun.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menilai penggunaan kartu ATM dan debit akan mengalami penurunan hingga akhir 2022.
“Bahkan dalam kurun 5 tahun ke depan, saya melihatnya kartu ATM dan debit akan berangsur-angsur hilang karena tergantikan dengan QR code dan transaksi digital lainnya,” kata Amin kepada Bisnis, Selasa (26/7/2022).
Baca Juga
Selain itu, menurutnya, penurunan transaksi tersebut terjadi karena sudah banyak bukan mekanisme transaksi yang bisa menggantikan ATM dan kartu debit.
Senada dengan Amin, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan turunnya transaksi ATM dan debit merupakan tanda bahwa masyarakat sudah mulai terbiasa menggunakan transaksi secara digital.
Dengan demikian, dia memprediksi transaksi melalui mobile banking dan uang elektronik akan mengalami kenaikan yang cukup pesat.
“Tren ini [penurunan ATM dan debit] sebenarnya ada sisi positif, karena ada efisiensi transaksi, masyarakat bisa lebih cashless, juga meningkatkan keamanan dalam bertransaksi,” ucap Bhima.
Dia menyampaikan pembayaran dari sisi merchant juga mulai beralih menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS dan meninggalkan pembayaran dengan jenis pembayaran via kartu, khususnya kartu debit.
“Sehingga merchant tidak perlu lagi banyak menggunakan EDC [electronic data capture]. Jadi ini merupakan satu perubahan dalam pola masyarakat, pola konsumsi transaksi masyarakat, dan juga pola dari dunia usaha juga, terutama di segmen ritel,” terangnya.
Selain itu, Bhima menilai pandemi Covid-19 juga menjadi faktor menurunnya transaksi menggunakan kartu ATM dan debit.
Pasalnya, masyarakat masih membatasi transaksi di luar rumah. Artinya, semua jenis transaksi perbankan bisa diselesaikan secara online, baik dengan digital banking, mobile banking, ataupun internet banking.
“Ke depannya, penggunaan kartu ATM pasti akan menurun dan mungkin penurunannya bisa di atas 10 persen secara tahunan [year-on-year/yoy] pada tahun 2023,” ujarnya.
Bhima menjelaskan penurunan tersebut sejalan dengan adanya perubahan teknologi dan penetrasi internet yang semakin meluas dan menjangkau daerah di tier 2 dan tier 3. Artinya, kata dia, bukan hanya di kota besar, melainkan kota-kota yang ada di luar Pulau Jawa dan di pedesaan.