Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) angkat bicara mengenai permintaan pemerintah terkait perpanjangan masa restrukturisasi kredit Covid-19.
Regulator jasa keuangan itu menilai POJK Stimulus menjadi isu kritikal saat ini. Stimulus OJK akan menargetkan sektor, segmen dan wilayah tertentu.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan stimulus restrukturisasi dari POJK Stimulus telah terbukti efektif untuk meredam dampak peningkatan risiko kredit selama pandemi dalam 2 tahun terakhir.
Untuk terus menjaga aspek tata kelola (governance) dan prinsip kehati-hatian di tengah perpanjangan kebijakan stimulus restrukturisasi tersebut, kata Dian, POJK No.17/POJK.03/2021 tentang Stimulus Perekonomian memandatkan kepada bank untuk menerapkan manajemen risiko, antara lain untuk dapat melakukan asesmen terhadap debitur yang eligible untuk direstrukturisasi dan memastikan kecukupan pembentukan CKPN.
“OJK saat ini terus mengobservasi berbagai faktor antara potensi dan tantangan pemulihan ekonomi ke depan,” kata Dian kepada Bisnis, Rabu (17/8).
Dian menjelaskan melandainya kasus Covid-19, maraknya aktivitas perekonomian dan kondusifnya kinerja makro ekonomi domestik menjadi poin plus dalam mendukung perkembangan sektor riil kedepan.
Baca Juga
Pada saat yang sama berbagai tantangan masih berpotensi menghalangi optimisme tersebut diantaranya masih tingginya tensi geopolitik global, disrupsi rantai pasok, tingginya harga komoditas dan energi serta efek rembetan dari peningkatan inflasi dan suku bunga yang memicu stagflasi, masih membayangi optimisme pemulihan ekonomi kedepan.
Mempertimbangkan hal-hal tersebut, isu timing normalisasi kebijakan POJK Stimulus menjadi isu kritikal.
Menurut Dian penghentian kebijakan relaksasi yang terlalu cepat berpotensi menimbulkan cliff effect dan shock pada industri perbankan serta menghambat pemulihan ekonomi. Sebaliknya, relaksasi yang terlalu lama berpotensi juga menimbulkan moral hazard.
Di tengah berbagai dinamika perekonomian global dan domestik yang saat ini terjadi, OJK menyadari bahwa tingkat pemulihan kinerja debitur tentu akan berbeda di setiap sektor dan wilayah.
Di satu sisi, OJK juga menyadari bahwa perkembangan kasus Covid-19 sudah menurun dan terkendali, mobilitas masyarakat terus membaik, harga komoditas naik, yang tentu akan memberikan dampak positif pada debitur korporasi di sektor tertentu. Ke depan, OJK tentu akan terus mencermati perkembangan perekonomian dan kasus Covid-19.
“Di samping itu, dengan mempertimbangkan efektivitas kebijakan restrukturisasi dalam meredam peningkatan risiko kredit hingga saat ini. Arahan stimulus OJK diharapkan akan lebih targeted kepada sektor, segmen, maupun wilayah yang dianggap masih membutuhkan,” kata Dian.
Sebelumnya, data OJK menyebutkan per Juni 2022 nilai outstanding restrukturisasi kredit perbankan sebesar Rp576,17 triliun, berkurang lebih dari Rp375 triliun dibandingkan dengan November 2020. Sementara itu jumlah debitur, juga mengalami pengurangan dari 7,53 juta (November 2020) menjadi 2,99 juta per Juni 2022.
Lebih lanjut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan bahwa pemerintah telah berbicara dengan OJK agar restrukturisasi kredit dapat diperpanjang hingga Maret 2024, atau diperpanjang satu tahun lagi.
Sejumlah bankin menilai perpanjangan masa restrukturisasi kredit selama 1 tahun adalah langkah tepat, mengingat sejumlah sektor saat ini belum pulih sepenuhnya setelah terpukul pandemi Covid-19.