Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Unit-Linked Bikin Premi Asuransi Jiwa Turun ke Rp95,7 Triliun, Ini Penjelasan AAJI

Terbitnya SEOJK terkait PAYDI anyar dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat sebagian besar pemain industri asuransi jiwa masih dalam proses penyesuaian.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon (tengah)./Bisnis-Aziz Rahadian.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon (tengah)./Bisnis-Aziz Rahadian.

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri asuransi jiwa tetap optimistis kinerja pendapatan premi periode ini bakal ditutup positif, kendati ada fenomena perlambatan sebesar 8,9 persen (year-on-year/yoy) menjadi Rp95,68 triliun pada paruh awal 2022.

Sebagai perbandingan, pendapatan premi industri asuransi jiwa pada semester I/2021 tercatat menembus Rp105,05 triliun. Namun, kinerja periode ini tampak telah lebih baik ketimbang periode Juni 2020 senilai Rp89,09 triliun, bahkan Juni 2019 yang ketika itu mencapai Rp90,25 triliun. 

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menjelaskan kendati kinerja secara umum mengalami koreksi, masih ada kabar baik dari sisi pertumbuhan jumlah polis dan tertanggung, lini bisnis syariah, premi dari asuransi kumpulan, dan tipe premi reguler. 

"Adanya pertumbuhan total tertanggung, tapi pendapatan premi masih tertahan, mengindikasikan bahwa produk asuransi yang dipasarkan pada semester I/2022 sudah mulai menyasar kalangan masyarakat menengah ke bawah yang ingin memiliki proteksi, namun dengan nominal uang pertanggungan yang kecil," ujarnya kepada awak media, Selasa (6/9/2022). 

Sebagai gambaran, total polis dari 58 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di Indonesia masih dalam tren terus meningkat, saat ini tepatnya 10,8 persen yoy menjadi 21,9 juta polis per semester I/2022 dengan jumlah tertanggung mencapai 73,9 juta orang yang juga meningkat 19,1 persen yoy. 

Berdasarkan produk, perlambatan pendapatan premi secara umum bersumber dari koreksi kontribusi premi unit-linked sebesar 11 persen yoy menjadi senilai Rp56,7 triliun per Juni 2022 dari sebelumnya Rp64,19 triliun per Juni 2021.

Sementara itu, kontribusi premi dari produk tradisional ditutup Rp38,9 triliun pada semester I/2022, tecatat turun tipis 4,6 persen yoy ketimbang periode sama tahun lalu senilai Rp40,86 triliun. 

Budi mengakui bahwa penurunan dari segmen unit-linked, salah satunya disebabkan belum optimalnya kanal agen, baik karena dampak pembatasan aktivitas akibat pandemi Covid-19, maupun kesiapan para agen untuk memasarkan produk unit-linked dengan ketentuan terbaru. 

Hal ini turut tergambar dari kontribusi kanal distribusi keagenan terhadap pendapatan premi yang dalam tren terus menurun, dari Rp32,02 triliun per Juni 2020, menjadi Rp30,81 triliun per Juni 2021, dan berlanjut ke Rp28,66 triliun per Juni 2022.

Sebagai informasi, saat ini industri asuransi jiwa pun masih dalam proses menyesuaikan aturan anyar terkait unit-linked dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seiring terbitnya Surat Edaran OJK No. 5/2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (SEOJK PAYDI) pada Maret 2022 lalu. 

Oleh sebab itu, apabila telah ada titik temu antara minat masyarakat dengan munculnya produk asuransi yang mampu menjangkau segmen lebih luas dan turut disertai kesiapan agen dalam rangka memasarkannya, ada peluang pendapatan premi pada tutup buku tahun ini lebih baik ketimbang tahun lalu. 

"Aturan OJK terkait PAYDI itu sudah berjalan beberapa bulan. Jadi sudah semakin banyak tenaga pemasar yang menyiapkan diri untuk mampu mendistribusikan produk sesuai aturan tersebut. Kalau tadinya baru sebagian agen yang siap, seiring berjalannya waktu akan menuju 100 persen siap dengan aturan tersebut," tambahnya. 

Ketua Bidang Hubungan Kerjasama Antar Lembaga, Regulator, Stakeholder Dalam Negeri & Internasional AAJI Sadhiq Akasya menambahkan kanal keagenan belum kembali semarak sejak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, karena terdapat penyesuaian cara berkomunikasi dengan calon pemegang polis di era normal baru. 

"Ibarat mesin, kanal tatap muka saat ini perlu dipanaskan lagi terlebih dahulu. Terlebih, belum sempat kami bersiap, muncul aturan PAYDI yang baru, yang menyebabkan perusahaan asuransi harus mempersiapkan diri. Baik dari sisi produk, sistem, kapabilitas sumber daya manusia, termasuk soal governance," ungkapnya. 

Adapun, Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, dan GCG AAJI Fauzi Arfan mengungkap bahwa kinerja unit-linked masih belum optimal karena para pemain masih melakukan penyesuaian dengan SEOJK PAYDI, karena beberapa poin aturan baru memiliki batas penerapan pada Maret 2023. 

"SEOJK PAYDI mengamanatkan revisi produk dalam beberapa aspek. Terlihat hal ini menyebabkan beberapa perusahaan belum meluncurkan produk baru dulu. Tapi saya yakin sebagian besar pemain industri akan melakukan revisi produk dengan target sesuai ketentuan. Sehingga produk-produk unit-linked baru mungkin akan meluncur pada semester II/2022 ini atau awal tahun depan," tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper