Bisnis.com, JAKARTA - PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re bersiap mengundang Menko Perekonomian Airlangga Hartanto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk membahas gejolak dan momok yang terjadi dalam industri reasuransi saat ini. Pertemuan akan dilakukan dalam acara Indonesia Re International Conference (IIC) 2022 pada pekan depan (28-29 September 2022).
Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu mengungkap industri reasuransi merupakan benteng terakhir buat stabilitas industri keuangan. Pasalnya, di tengah kondisi perekonomian menantang yang membuat nilai klaim asuransi terdongkrak, industri reasuransi dituntut mampu bertahan dan tetap kuat. Misalnya, mulai dari dampak pandemi Covid-19 sampai maraknya kredit macet perbankan.
"Kami akan membahas topik-topik yang tengah menjadi momok buat industri reasuransi. Antara lain, dampak pandemi Covid-19, dampak perubahan iklim dan dorongan terhadap ekonomi hijau, serta geopolitik dan inflasi. Kemudian, ada juga salah satu yang sedang ramai, yaitu terkait produk asuransi kredit," ujarnya di Jakarta, Selasa (20/9/2022).
Benny yang sebelumnya berkarir di Axa itu menyebutkan industri reasuransi pada prinsipnya merupakan bisnis skala internasional. Tapi bukan hanya buat Indonesia Re yang sedang mencari peluang bisnis di pasar global, kami pun ingin berbagi pengalaman pengelolaan risiko ke dunia luar.
Sorotan akan industri reasuransi sebelumnya juka datang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono pada pekan lalu menyoroti adanya kekeliruan dalam tata kelola dan manajemen risiko industri asuransi, termasuk reasuransi.
Baca Juga
Dia menyebutkan perlu dilakukan penataan ulang manajemen risiko di dalam industri. ogi menyebutkan perusahaan reasuransi merupakan perusahaan yang menerima sharing risiko dari perusahaan asuransi. Dengan kata lain, perusahaan reasuransi memberikan jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi perusahaan asuransi.
Oleh karena itu, dia menilai sewajarnya perusahaan reasuransi tidak menjadi anak usaha dari perusahaan asuransi.
"Ada reasuransi yang jadi anak perusahaan asuransi. Kan ada reasuransi yang dimiliki perusahaan asuransi. Padahal reasuransi kan di atas [asuransi] lagi. Jadi itu memang tata kelola dan manajemen risiko dibenahi menyeluruh perusahaan asuransi," ujar Ogi dalam konferesi pers
Ogi menekankan bahwa premi yang diperoleh perusahaan reasuransi tersebut bukanlah sekedar bagi-bagi rezeki antara perusahaan asuransi dan reasuransi. "Jangan pikir bagi-bagi rezeki dari perusahaan asuransi yang mereasuransi ke perusahaan tertentu. Lupa lagi ada risikonya," kata Ogi.
Dia pun mewanti-wanti bahwa bisnis yang diperoleh reasuransi dari perusahaan asuransi juga memiliki risiko. Untuk itu, perusahaan reasuransi juga harus senantiasa menghitung risiko atas premi yang diperolehnya. Sementara itu, Ogi mengungkapkan, pihaknya juga tengah memantau sejumlah perusahaan reasuransi dalam negeri.
"Kami lagi waspada, watching, reasuransi kita yang ada tiga itu, mampu enggak bayar yang dari penutupan dari perusahaan asuransi. Nanti kami lihat mampu enggak dia," katanya.