Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tren Bunga Pinjaman Naik, Intip Strategi CIMB Niaga (BNGA) Jaga Kinerja

PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) akan berfokus dalam memacu pertumbuhan dana murah atau current account saving account (CASA) untuk menjaga trend kinerja.
Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. Lani Darmawan menyampaikan paparan saat kunjungan CIMB Niaga ke Redaksi Bisnis Indonesia di Jakarta, Kamis (15/9/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. Lani Darmawan menyampaikan paparan saat kunjungan CIMB Niaga ke Redaksi Bisnis Indonesia di Jakarta, Kamis (15/9/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) akan berfokus dalam memacu pertumbuhan dana murah atau current account saving account (CASA) di tengah tekanan inflasi dan tren kenaikkan suku bunga dalam menjaga pertumbuhan pembiayaan. 

Dengan memaksimalkan penghimpunan dana dari tabungan dan giro tersebut, beban dana yang dipikul CIMB Niaga makin ringan sehingga perusahaan dapat memberikan bunga yang kompetitif kepada nasabah. 

Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan perseroan fokus menjaga beban dana tetap rendah ditengah kenaikkan suku bunga acuan. Dengan strategi tersebut diharapkan bunga kredit perseroan masih dapat terjaga. 

“Sejauh cost of fund (beban dana) dapat dimonitor walaupun dengan kenaikkan suku bunga dari Bank Indonesia, kami belum berencana [menaikkan suku bunga] saat ini,” kata Lani di Jakarta, Minggu (25/9/2022). 

Sekadar informasi, merujuk pada laporan keuangan perseroan di website, per Agustus 2022 total CASA CIMB Niaga sebesar Rp151,52 triliun, tumbuh 6,53 persen yoy dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp143,17 triliun.  Sementara itu kredit, tumbuh 4,13 persen yoy menjadi Rp141,3 triliun pada Agustus 2022. 

Dia mengatakan perseroan akan masih terus melihat perkembangan pasar. Mekanisme kenaikkan suku bunga biasanya terjadi seiring dengan permintaan korporasi yang ingin agar bunga giro naik. Ketika bunga giro naik, maka beban perbankan akan naik juga, yang mendorong kenaikkan bunga pinjaman atau kredit. 

Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto mengatakan kenaikkan suku bunga acuan akan mendorong peningkatan suku bunga di perbankan. Adapun berdasarkan riset yang pernah dilakukan Doddy, suku bunga yang lebih dahulu naik adalah suku bunga simpanan, setelah itu baru suku bunga pinjaman. 

Suku bunga simpanan akan naik sebesar kenaikkan suku bunga acuan dalam waktu 1 bulan. Artinya jika suku bunga acuan naik 50 bps, maka suku bunga simpanan akan mengalami hal yang sama.

“Setelah suku bunga simpanan naik, selanjutnya adalah suku bunga kredit dan suku bunga kredit yang paling cepat naiknya adalah suku bunga kredit konsumer seperti kartu kredit, kredit tanpa agunan dan kredit kendaraan bermotor,” kata Doddy. 

Dia mengatakan kenaikkan suku bunga kredit konsumsi akan terjadi 3 - 6 bulan setelah Bank Indonesia mengumumkan kenaikkan suku bunga acuan. Suku bunga kredit konsumsi naik lebih cepat karena kredit tersebut tidak ada masa tunggu, berbeda dengan kredit pemilikan rumah yang ada perjanjian masa tunggu misalnya bunga tetap sampai tahun ketiga. 

Sekitar 6-12 bulan setelah pengumuman kenaikkan suku bunga acuan, kredit modal kerja dan investasi akan naik sebesar 80 persen dari kenaikkan suku bunga acuan. Misalnya suku bunga acuan naik 2 persen atau 200 bps hingga akhir tahun. maka suku bunga kredit akan naik sekitar 1,5 persen atau 150 bps. 

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen, suku bunga Deposit Facility  sebesar 50 bps menjadi 3,50 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,00 persen. 

Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3,0±1% pada paruh kedua 2023, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper