Bisnis.com, JAKARTA — Model bisnis buy now pay later (BNPL) di Indonesia masih akan tumbuh seiring dengan aktifitas masyarakat Indonesia yang suka berbelanja. Di sisi lain, NPL pay later dinilai masih rendah dibandingkan dengan fintech klaster P2P lending.
Ekonom dan Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, meskipun tahun depan ada perlambatan ekonomi, namun konsumsi rumah tangga di Indonesia masih besar, di mana mencapai 57 persen dari PDB, maka pay later masih akan menarik.
“Kondisi pay later ke depan juga didukung oleh kelas menengah yang masih tergerak untuk belanja baik secara offline maupun online, sehingga opsi pay later ini menjadi pilihan yang cukup bagus,” ujar Bhima kepada Bisnis, Senin (14/11/2022).
Selain itu peluang bisnis pay later juga terlihat dari pertumbuhannya yang rata-rata mencapai 30 persen per tahun.
“BNPL ini semakin dikenal oleh masyarakat, bahkan dipersepsikan kalau kredit konsumsi menggunakan pay later itu lebih aman seiring dengan keterkaitan terhadap e-commerce,” ujar dia.
Bhima mengatakan, temuan beberapa studi menunjukan bahwa pay later ini bukan hanya opsi kredit, bahkan sudah menggantikan e-wallet, sehingga sudah menjadi moda transaksi di dalam e-commerce.
Baca Juga
“Ke depan, pengembangan BNPL diperkirakan juga masuk ke omnichannel. Segmen pasar ini tumbuh cukup cepat dan market-nya sangat besar potensinya di Indonesia,” ujar dia.
Berdasarkan catatan Bisnis, sejumlah perusahaan finansial berbasis P2P lending berencana untuk mengakuisisi perusahaan multifinance di Indonesia dan bertransformasi menjadi perusahaan BNPL.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan menyebutkan bahwa ada sekitar 5 perusahaan yang tengah mencari perusahaan multifinance.
Sebagai informasi, saat ini sudah ada beberapa pemain besar BNPL di Indonesia, sebut saja SPayLater, Kredivo, hingga GoPayLater (GOTO). Kendati demikian kue bisnis bayar tunda ini masih terbilang besar.
Dalam laporan terbaru Moody’s Investors Service pada Agustus 2022, layanan pay later telah tumbuh subur di Asean dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan itu salah satunya disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 dan meningkatnya transaksi melalui e-commerce.
Sementara itu, berdasarkan laporan dari International Data Corporation (IDC) bertajuk How Southeast Asia Buys and Pays: Driving New Business Value for Merchants mengungkapkan penggunaan layanan pay later di transaksi e-commerce di Indonesia tahun 2020, mencapai US$530 juta.
Angka itu setara dengan 58 persen dari total penggunaan pay later pada transaksi e-commerce di Asia Tenggara sebesar US$910 juta pada 2020.
IDC juga memproyeksikan nilai penggunaan pay later dalam transaksi e-commerce di Asia Tenggara bakal mencapai US$8,84 miliar pada 2025 atau naik 8,8 kali dibandingkan 2020.