Bisnis.com, JAKARTA — PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) hingga kuartal III/2022 telah membayarkan total jumlah kewajiban pembayaran klaim sebesar Rp1,9 triliun.
Direktur Pengembangan Bisnis Jasindo Diwe Novara mengatakan, hasil akumulasi pembayaran klaim asuransi hingga akhir kuartal III/2022 mencapai angka Rp1,9 triliun. Dalam melakukan mitigasi risiko dan pembayaran kalim, Jasindo bekerjasama dengan perusahaan reasuransi terbaik agar dapat menjaga kondisi keuangan perusahaan.
“Asuransi Jasindo selalu berkomitmen untuk bekerja sesuai Good Corporate Governance (GCG), salah satu syarat untuk memenuhi GCG itu menyelesaikan klaim sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Diwe kepada Bisnis, Senin (28/11).
Diwe melanjutkan pembayaran klaim sesuai dengan nilai pertanggungan menjadi komitmen perusahaan kepada nasabah, selama risiko yang terjadi masih dijamin dalam ketentuan polis maka Jasindo akan menyelesaikannya.
“Kami menyadari bahwa pembayaran klaim merupakan sarana untuk memperlihatkan manfaat adanya asuransi kepada pemegang polis maupun masyarakat luas,” ujar dia.
Berdasarkan catatan Bisnis, Jasindo sebelumnya telah mengumumkan risk based capital (RBC) perusahaan kembali dalam teritori negatif. Pada 2021, RBC Jasindo menjadi -84,85 persen. Memburuk dibandingkan periode 2020 dimana RBC perusahaan -77,01 persen.
RBC adalah indikator kemampuan perusahaan asuransi menerima risiko mendadak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan RBC minimal perusahaan asuransi sebesar 120 persen. Artinya, jika keadaan memburuk dan perusahaan asuransi harus ditutup seketika, perusahaan memiliki kemampuan 120 persen dari kewajiban yang ada dalam laporan keuangan perusahaan.
Sebagai perbandingan, Per 31 Desember 2019, Jasindo melaporkan RBC 205,9 persen. Sejak 2015, RBC Jasindo tercatat sebesar 162,8 persen, lalu 2016 menjadi 188,1 persen, 2017 menjadi 193,2 persen, dan 2018 turun menjadi 177,6 persen.
Dalam laporan keuangan Jasindo yang diterbitkan bertanggal 2 September 2022 ini, aset yang diperkenankan menjadi perhitungan RBC mencapai Rp11,79 triliun. Sedangkan kekurangan solvabilitas -Rp1,95 triliun.
Laporan yang sama juga mengungkapkan meski RBC jauh di bawah ketentuan OJK, perusahaan memiliki rasio likuiditas 110,9 persen, sedangkan rasio kecukupan investasi sebesar 89,21 persen. Sementara rasio beban terhadap premi bruto menjadi 88,64 persen.
Sekretaris perusahaan Jasindo Cahyo Adi mengungkapkan pihaknya optimis dapat keluar dari rasio RBC negatif. Dia mengatakan sejumlah rencana kerja terus dijalankan oleh perusahaan. "Saat ini sebagian rencana tersebut telah memperoleh hasil yang baik, sebagian lainnya masih berjalan. Sesuai rencana, pada akhir 2022 tingkat solvabilitas akan kembali normal,” ujar dia.