Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengajak masyarakat untuk menaruh uangnya di bank umum nasional lantaran nilai simpanan yang dijamin LPS lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan nilai penjaminan simpanan di LPS lebih besar dan komprehensif dibandingkan beberapa negara tetangga, termasuk penjaminan atas simpanan dalam valuta asing.
“Nilai simpanan yang dijamin LPS jauh lebih tinggi, baik secara nominal maupun secara relatif terhadap PDB [Pendapatan Domestik Bruto] per kapita dibandingkan otoritas penjamin simpanan di Thailand dan Singapura,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (7/12/2022).
Berdasarkan data, nilai simpanan yang dijamin LPS mencapai Rp2 miliar, sementara Thailand menetapkan nilai 1 juta baht dan Singapura 75.000 dolar SGD. Apabila dalam pecahan dolar AS, nilai penjaminan LPS mencapai US$ 127.894, Thailand US$28.555, dan Singapura US$55.224.
Sementara itu, jika dikonversi ke dalam bentuk rupiah, nilai simpanan yang dijamin otoritas penjamin Thailand yakni Deposit Protection Agency (DPA) sebesar Rp443,12 juta, sedangkan Singapore Deposit Insurance Corporation (SDIC) mencapai Rp851,09 juta.
“Penting untuk diketahui bahwa cakupan penjaminan LPS lebih luas, selain simpanan dalam bentuk rupiah, simpanan valas pun dijamin maksimal Rp2 miliar per nasabah per bank, di mana tidak semua negara seperti Singapura dan Thailand menjamin simpanan valas,” tutur Purbaya.
Baca Juga
Dia juga menyatakan Indonesia turut menjamin simpanan dalam mata uang asing, termasuk dalam dolar Amerika Serikat. Adapun Thailand dan Singapura tidak menjamin simpanan dalam bentuk valas.
Di sisi lain, LPS juga telah menaikkan tingkat bunga penjaminan simpanan valuta asing atau valas sebesar 100 basis poin menjadi 1,75 persen untuk bank umum. Keputusan ini berlaku mulai 9 Desember 2022 hingga 31 Januari 2023.
Sementara itu, simpanan rupiah masih bertahan di level yang sama, yakni 3,75 persen pada bank umum dan 6,25 persen bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Purbaya menyampaikan langkah tersebut diambil berdasarkan beberapa hal, mulai dari kondisi perekonomian, perbankan, likuiditas, pasar keuangan, sampai dengan stabilitas sistem keuangan.