Bisnis.com, SLEMAN — Pemerintah bersama dengan asosiasi dan pelaku usaha keuangan digital konsisten mendorong edukasi fintech yang diharapkan dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Edukasi tersebut salah satunya dilakukan dengan digelarnya Bulan Fintech Nasional (BFN) 2022 oleh Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Rangkaian BFN tahun ini diikuti oleh sebanyak 1,5 juta peserta.
Dalam sambutannya, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Johnny G. Plate menyampaikan bahwa selama pandemi Covid-19, Indonesia mampu menyikapinya secara progresif, sebagai momentum akselerasi digitalisasi sektor jasa keuangan di Indonesia.
Dia menyampaikan, terjadi penurunan aliran pendanaan start-up digital di wilayah Asia sebesar 60 persen secara tahunan dan 33 persen secara kuartalan pada kuartal ke-III tahun 2022.
Namun demikian, nilai transaksi sektor fintech Indonesia, dengan Compounded Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 39 persen, merupakan yang tertinggi kedua di antara negara-negara G20.
“Nilai gross transaction value sektor digital payment [Indonesia] berada di kisaran US$266 miliar dan diproyeksikan akan mencapai sekitar US$431 miliar pada 2025 dengan CAGR 17 persen,” kaanya, Senin (12/12/2022).
Baca Juga
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa ekonomi dan keuangan digital Indonesia terakselerasi sangat cepat, sejalan dengan implementasi berbagai inisiatif Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.
Hal ini pun kata Perry telah diakui dunia pada Presidensi G20 Indonesia. Selain mendukung cross-border payment, negara G20 juga telah menyepakati pengembangan Central Bank Digital Currency (CDBC) yang diharapkan nantinya dapat mendorong transaksi cross border serta inklusi keuangan yang mendukung UMKM, kaum muda dan perempuan.
“Mengenai cross-border, sudah disepakati roadmap-nya di pertemuan G20, dalam 6–7 tahun kedepan cross-border payment akan semakin erat antar negara, semakin cepat, murah, dan aman,” kata Perry.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara menyampaikan bahwa transformasi digital di sektor jasa keuangan yang sangat pesat saat ini harus tetap mendukung stabilitas sistem keuangan.
Untuk itu, OJK akan terus melakukan penyempurnaan kebijakan yang akomodatif dalam memitigasi risiko terkait digital.
“Selain itu, inovasi digital harus tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan memiliki kerangka manajemen risiko yang andal,” kata dia.
Kebijakan tersebut untuk memastikan level playing field di sektor jasa keuangan dan meminimalisir regulatory arbitrage di sektor jasa keuangan serta dalam rangka meningkatkan perlindungan konsumen dan pengembangan ekosistem ekonomi digital yang inklusif dan berdaya tahan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Budi Gandasoebrata mengatakan Program Bulan Fintech Nasional tahun ini berupaya mengarusutamakan berbagai isu di sektor fintech agar masyarakat semakin familiar dengan ragam fintech, manfaat, serta risikonya.
“Dari antusiasme masyarakat, kami melihat BFN menjadi katalisator dalam upaya pemulihan ekonomi nasional. Selain edukasi, program ini menawarkan 232 lowongan pekerjaan dari perusahaan fintech Indonesia. Kami percaya, peluang fintech kedepannya semakin tidak terbatas pemanfaatannya telah diaplikasikan di hampir setiap aktivitas konsumsi masyarakat. Kami berharap, BFN dapat hadir kembali dengan dampak yang semakin signifikan untuk masyarakat,” tuturnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI), Sunu Widyatmoko juga menyampaikan keterlibatan AFPI dalam BFN merupakan wujud nyata komitmen asosiasi dalam menghadirkan edukasi dan sosialisasi yang relevan melalui kolaborasi dan sinergi dengan pemerintah dan asosiasi fintech.
Dia mengatakan, Presidensi G20 Indonesia secara spesifik telah mengakui peran fintech sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi di masa pemulihan ekonomi nasional melalui teknologi digital di fintech lending yang dapat menjangkau akses pembiayaan bagi masyarakat unbanked dan underserved.
“Wujud nyata keberadaan fintech lending bagi perekonomian nasional bisa dilihat dalam hal pembiayaan UMKM misalnya, fintech lending mencatatkan agregat penyaluran pendanaan mencapai Rp476,89 triliun kepada 92,4 juta penerima pinjaman. Ini menjadi bukti kontribusi positif fintech lending positif dalam memperluas akses keuangan masyarakat,” kata Sunu.