Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah bank syariah di Indonesia seperti PT Bank BCA Syariah hingga PT Bank BTPN Syariah Tbk. (BTPS) optimistis pertumbuhan bisnis bank syariah akan moncer tahun depan di tengah ancaman resesi global. Bank syariah juga mengincar pasar yang bisa diandalkan di tengah kondisi ekonomi yang tak menentu itu.
Direktur BCA Syariah Pranata mengatakan bahwa sektor perbankan membutuhkan iklim ekonomi yang stabil untuk bertumbuh. Sementara, 2023 akan menjadi tantangan yang mesti dicermati oleh perbankan.
"Inflasi belum stabil, ketegangan geopolitik, kekhawatiran munculnya varian baru Covid-19, ini merupakan potensi ketidakstabilan ekonomi global. Ini juga dikhawatirkan membawa potensi turunnya permintaan sektor usaha," kata Pranata dalam webinar pada Selasa (20/12/2022).
Meski begitu, menurutnya masih ada peluang terutama bagi bank syariah untuk tetap bertumbuh pada 2023. "Di tengah resesi, murabahah emas bisa ditawarkan menjadi produk menarik," ujar Pranata.
Di perbankan syariah, produk murabahah emas merupakan fasilitas pembiayaan konsumtif. Produk ini memfasilitasi nasabah dalam membeli emas yang diangsur per bulannya.
Emas sendiri merupakan aset potensial yang dinilai tahan terhadap goncangan ekonomi atau aset safe haven. Ketika ekonomi memburuk, harga emas cenderung naik.
Baca Juga
Sementara itu, BTPN Syariah menilai bahwa di tengah kondisi ekonomi global yang tak menentu, peluang bagi bank syariah ada di pasar ultramikro. Direktur BTPN Syariah Fachmy Achmad mengatakan bahwa pasar ultramikro merupakan pasar yang relatif minim terdampak kondisi makroekonomi.
Menurutnya, pangsa pasar tersebut akan tetap tumbuh meskipun krisis ekonomi melanda, kecuali saat bencana. Selain itu, tahun depan menurutnya akan ada pergerakan di pangsa pasar ultramikro karena menjelang tahun politik atau Pemilu 2024.
"Kita lihat tahun depan ada election [pemilu], saat itu yang paling banyak dibantu kan segmen paling bawah, termasuk ultramikro," ujarnya dalam acara media briefing BTPN Syariah beberapa waktu lalu.
Saat pemilu, akan banyak aktivitas kampanye yang juga mendongkrak produksi kelompok ultramikro, seperti garmen hingga makanan.
"Jadi kita optimis pada 2023 ini pertumbuhan bisnis jauh lebih baik lagi dibandingkan 2022. Tapi, dengan menjalankan prinsip kehati-hatian," ujarnya.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan bahwa di tengah kondisi ekonomi yang tak menentu, bank syariah bisa menarik nasabah dengan menawarkan produk yang berbeda dibandingkan bank konvensional. Bank syariah juga menurutnya bisa memacu kredit pemilikan rumah (KPR) syariah di tengah resesi.
KPR syariah dinilai potensial terutama di tengah tren suku bunga acuan bank sentral yang tinggi. Bank Indonesia sendiri telah menaikan suku bunga acuannya secara berturut-turut sejak Agustus 2022 hingga November 2022. Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 16–17 November 2022, suku bunga acuan BI menjadi 5,25 persen.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menjelaskan bahwa kondisi suku bunga acuan yang tinggi menguntungkan bagi bank syariah. Pasalnya, bank syariah sudah berada dalam porsi menjual tingkat suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional.
“Saat BI rate naik, mungkin bank konvensional akan kelabakan. Apalagi kalau bank-bank kecil, kalau bank besar mungkin kena hit sedikit, tapi customer pasti akan kaget karena begitu dinaikan, otomatis bunganya akan floating. Kalau syariah engga, begitu kita akad, sampai lunas hanya segitu,” kata Amin.
Produk KPR syariah misalnya menggunakan akad murabahah atau jual beli dengan marjin. Dengan demikian besar cicilan tidak akan berubah hingga akhir periode pembiayaan.