Bisnis.com, JAKARTA — Semua bank-bank kecil tercatat telah memenuhi ketentuan modal inti Rp3 triliun yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, tahun ini bank kecil masih punya pekerjaan rumah (PR), yakni mengelola likuiditasnya di tengah tren suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang tinggi.
OJK mengungkapkan bahwa sampai dengan awal 2023 terdapat 26 bank yang sudah memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun. Pemenuhan modal inti ditempuh oleh perbankan melalui sejumlah cara, mulai dari aksi penawaran umum terbatas (PUT) atau rights issue hingga merger.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan bahwa setelah modal inti semakin tebal, bank kecil masih punya tugas, yakni mengelola likuiditasnya. Sebab, likuiditas bank kecil seperti PT Bank Oke Indonesia Tbk, PT Bank Ina Perdana Tbk, PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) tercatat semakin mengetat di tengah tren suku bunga acuan BI yang tinggi.
"Dampak kenaikan suku bunga acuan terutama akan dirasakan oleh bank-bank kecil yang selama ini sudah mengalami likuiditas ketat," ujar Piter kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menyebut bahwa likuiditas akan menjadi tantangan perbankan pada tahun ini di tengah tren suku bunga acuan BI yang tinggi. BI sendiri telah meningkatkan suku bunga acuannya secara beruntun sejak Agustus 2022 hingga Desember 2022. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21–22 Desember 2022 telah menaikan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 5,50 persen.
Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu mengatakan bahwa tantangan likuiditas perbankan tahun ini akan semakin ketat, paling tidak sampai semester pertama 2023. "Apabila inflasi sudah melandai di semester kedua tahun depan maka likuiditas akan semakin baik," katanya kepada Bisnis.
Baca Juga
Dalam upaya menjaga likuiditas tersebut, Bank Ina akan meningkatkan produk tabungan yang menarik dan kemudahan dalam menjalankan produk digital. Dengan begitu, nasabah akan mudah bertransaksi, dana pihak ketiga (DPK) pun semakin banyak.
Bank besutan Anthony Salim ini memang mencatatkan peningkatan indikator likuiditas yakni loan to deposit ratio (LDR) per September 2022, meskipun likuiditasnya tergolong longgar. Per September 2022, LDR Bank Ina mencapai 49,29 persen meningkat dibandingkan periode yang sama sebelumnya 30,29 persen.
Sementara itu Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengatakan likuiditas perbankan tahun ini akan menjadi tantangan, terutama karena tren suku bunga acuan BI yang tinggi.
Bank Oke sendiri telah menyiapkan strategi pengelolaan likuiditas di tengah tingginya suku bunga acuan BI. “Untuk DPK, bank akan lebih fokus kepada pertumbuhan dana murah (current account saving account/CASA) antara lain dengan memperkenalkan beberapa produk yang diharapkan akan menarik bagi nasabah retail,” kata Efdinal.
Bank Oke sendiri mencatatkan kinerja likuiditas yang ketat. Per September 2022, LDR Bank Oke mencapai 127,65 persen. Meskipun, LDR Bank Oke itu lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 128,85 persen.
Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan juga mengatakan bahwa Bank Neo Commerce terus memantau dan memastikan rasio likuiditasnya agar terjaga dengan baik. “Kami melakukan proyeksi cashflow mismatch untuk memastikan kebutuhan pendanaan bank cukup,” ujarnya. BBYB juga mengoptimalkan pertumbuhan DPK terutama dana murah yang lebih stabil untuk menurunkan cost of fund atau biaya dana.
Bank Neo Commerce memang mencatatkan pengetatan likuiditas pada akhir tahun lalu. LDR BBYB naik dari 57,55 persen per September 2021 menjadi 70.50 persen per September 2022.