Bisnis.com, JAKARTA—Perubahan iklim berdampak besar pada klaim yang harus ditanggung industri asuransi global. Menurut catatan Bloomberg, kerugian industri asuransi global akibat cuaca ekstrem pada 2021 lalu mencapai US$120 miliar atau sekitar Rp1.795 triliun.
Angka tersebut meningkat 50 persen dibandingkan dengan rata-rata pada dekade sebelumnya.
“Industri asuransi menghadapi tantangan iklim secara langsung,” ungkap Direktur Riset Keuanganan di Cambridge Institute for Sustainable Leadership, Nina Seega dikutip dari laman Bloomberg, Rabu (25/1/2023).
Bisnis asuransi memang didesain menanggulangi risiko yang timbul akibat kejadian tidak terduga hanya dengan membayar sejumlah kecil premi secara teratur. Akan tetapi kerugian akibat bencana yang terjadi dalam skala luas menimbulkan kerugian mendadak bagi bisnis ini.
Alhasil, industri ini mengalami penurunan keuntungan yang signifikan hingga meningkatkan harga premi yang harus dibayar nasabah.
Baca Juga
“Risiko iklim memberikan industri asuransi peluang untuk menemukan kembali dirinya sendiri,” katanya merujuk dibutuhkan data yang lebih besar dan berorientasi ke depan untuk memperkuat bisnis ini.
Menurutnya, perubahan iklim membuat data historis yang digunakan sebagai acuan penentuan tarif premi kurang dapat diandalkan. Diperlukan lebih banyak inovasi untuk memastikan bisnis bertahan. Seega menyebutkan dalam bisnis asuransi, terjadi satu kesatuan bisnis. Saat beban industri asuransi memburuk, maka beban akan diteruskan ke reasuransi yang ujungnya memberatkan industri secara keseluruhan.
Perubahan juga telah menekan laba perusahaan asuransi, naikknya harga premi di reasuransi, terjadinya pembatasan jenis pertanggungan yang mereka berikan, dan bahkan menolak penjaminan sejenis produk di pasar.
Bloomberg melaporkan sejumlah investor juga mulai menarik investasi mereka di perusahaan asuransi disebabkan pengembalian yang lebih rendah dari yang diharapkan.
“Investor tidak memasukkan banyak uang baru ke perusahaan reasuransi. Dampak iklim mengarah ke efek domino,” kata Charles Graham, analis asuransi senior untuk Bloomberg Intelligence.
Laporan ini menyebut terdapat sejumlah langkah yang harus didorong untuk mengurangi risiko iklim bagi industri asuransi.Langkah itu seperti turun serta mengurangi emisi. Industri asuransi harus memaksa perusahaan yang mereka beri investasi untuk mengurangi gas rumah kaca dan menciptakan produk yang akan membantu pelanggannya mengurangi jejak lingkungan mereka.
NN Group NV, salah satu perusahaan asuransi terbesar di Belanda, kini memiliki produk asuransi yang tidak sekadar mengganti layar smartphone yang retak, melainkan memperbaikinya.
Saat ini, produk tersebut merupakan pilihan yang lebih ramah lingkungan, tetapi harganya lebih mahal daripada sekadar membeli ponsel baru.
Senjata pamungkas yang dapat digunakan industri asuransi adalah berhenti mengasuransikan hal-hal tertentu yang merusak iklim sama sekali. Reasuransi Swiss Re dan Munich Re telah mengurangi kapasitas mereka di Florida sebanyak 80 persen karena negara bagian itu dihantam oleh peristiwa cuaca yang lebih ekstrem.
Sedangkan Swiss Re mengatakan memiliki kebijakan untuk tidak mengasuransikan proyek bahan bakar fosil baru, meskipun dia tidak akan mengatakan pelanggan mana yang harus dia tolak sebagai akibat dari kebijakan tersebut.