Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dirut BSI (BRIS) Blak-blakan soal Kendala Akusisi BTN Syariah

Ini jawaban Dirut Bank Syariah Indonesia (BRIS) Hery Gunardi soal isu akuisisi BTN Syariah.
Tampilan layar menampilkan Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Hery Gunardi memberikan sambutan saat menerima anugerah Bisnis Indonesia Award (BIA) 2021 kategori Bank Terbaik di Jakarta, Rabu (15/9/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardani
Tampilan layar menampilkan Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Hery Gunardi memberikan sambutan saat menerima anugerah Bisnis Indonesia Award (BIA) 2021 kategori Bank Terbaik di Jakarta, Rabu (15/9/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardani

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI (BRIS) menjawab isu dan kendala terkait akuisisi terhadap unit usaha syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN Syariah. 

Namun, manajemen BSI mengungkapkan bahwa proses akuisisi itu tidak mudah dan membutuhkan waktu. Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan bahwa akusisi terhadap BTN Syariah itu merupakan rencana lama.

"Saat merger menjadi BSI, kami memutuskan untuk menggabungkan baik itu BUS [bank umum syariah] dan UUS [unit usaha syariah] jadi satu. Tapi kalau sekaligus dikerjakan akan ruwet," katanya dalam paparan kinerja BSI triwulan IV 2022 pada Rabu (1/2/2023).

Alhasil, penggabungan hanya dijalankan oleh PT Bank Mandiri Syariah, PT BNI Syariah, dan PT BRI Syariah. Sisanya, UUS BTN Syariah belum masuk di entitas gabungan bank syariah milik bank BUMN itu.

Kemudian, wacana penggabungan UUS BTN kembali menyeruak. Hery mengatakan penggabungan UUS itu tidak semudah BUS. 

"Karena masih bercampur dengan induknya," imbuh Hery.

Dengan begitu, menurut Hery, akusisi UUS BTN Syariah itu akan menunggu pemisahan atau spin off terlebih dahulu baru bisa dirapikan. Di samping itu, dia mengatakan bahwa pola akusisi tersebut akan diputus lebih lanjut oleh pemegang saham. 

Menurutnya, akusisi UUS BTN Syariah memang sejalan dengan target perseroan merengkuh aset Rp500 triliun pada 2025. Cara untuk mendapatkan aset sebesar itu adalah dengan organik dan non organik seperti pencaplokan.

BSI sendiri telah mencatatkan jumlah aset Rp306 triliun pada 2022, naik 15 persen secara tahunan (year on year/yoy). Jumlah aset ini terdorong oleh pertumbuhan pesat pembiayaan pada 2022, yakni 21,26 persen yoy menjadi Rp208 triliun.

Sebagaimana diketahui, isu mengenai akuisisi UUS BTN Syariah oleh BSI terus muncul ke permukaan pada tahun lalu. Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengatakan UUS BTN pada 2023 harus dipisahkan dengan induknya, sebab Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah mengatur bahwa spin off UUS wajib dilakukan selambatnya pada akhir Juni 2023. 

Namun, ketentuan tentang kewajiban spin off kemudian dihapus dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Sebagai gantinya Omnibus Law Keuangan tersebut mengatur bahwa kewajiban UUS bertransformasi menjadi BUS akan ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nantinya.

Isu akusisi UUS BTN Syariah tahun lalu juga semakin kencang seiring dengan aksi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) I atau rights issue BSI yang menerbitkan sebanyak-banyaknya 6 miliar saham Seri B Perseroan, dengan nilai nominal Rp500 per saham.

Namun, nyatanya rights issue BSI yang sudah berlangsung tersebut bertujuan untuk mendukung ekspansi pertumbuhan BSI secara organik, bukan anorganik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper