Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengintip Kredit Macet (NPL) OCBC NISP dan Bank Mega Saat Laporkan Crazy Rich Kediri Susilo Wonowidjojo ke Polisi

Bank OCBC NISP (NISP) dan Bank Mega (MEGA) sama-sama melaporka crazy rich Kediri Susilo Wonowidjojo yang juga pemilik Gudang Garam (GGRM) terkait kredit.
Petugas berbincang dengan nasabah di kantor cabang PT Bank OCBC NISP Tbk di Jakarta, Senin (20/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Petugas berbincang dengan nasabah di kantor cabang PT Bank OCBC NISP Tbk di Jakarta, Senin (20/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) dan PT Bank Mega Tbk. (MEGA) mencatatkan peningkatan rasio kredit macet atau non—performing loan (NPL) sepanjang 2022. Kenaikan kredit macet ini salah satunya disumbangkan oleh konglomerasi PT Hari Mahardika Utama (PT HMU), perusahaan wig yang awalnya sebagian sahamnya dimiliki oleh pemilik PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), crazy rich Kediri Susilo Wonowidjojo. 

Berdasarkan laporan keuangannya, NPL gross di NISP naik dari 2,36 persen menjadi 2,42 persen. Kemudian, NPL nett naik dari 0,91 persen menjadi 0,96 persen. 

Saat rasio kredit macet NISP pada 2022 yang mendaki, perusahaan juga mencatatkan penyaluran kredit tumbuh 14 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp137,6 triliun pada 2022.

Lonjakan ini membuat laba perseroan melonjak Rp3,32 triliun sepanjang 2022, naik 32 persen yoy dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp2,51 triliun.

Begitu juga dengan Bank Mega yang dimiliki oleh crazy rich Chairul Tanjung. Perusahaan mencatatkan peningkatan NPL gross dari 1,12 persen pada 2021 menjadi 1,23 persen pada 2022.

Sedangkan, kredit yang diberikan Bank Mega tercatat tumbuh 16 persen menjadi Rp70,31 triliun hingga Desember 2022 dari sebelumnya sebesar Rp60,74 triliun pada Desember 2021.

Bank milik Chairul Tanjung ini juga masih membukukan pertumbuhan laba sebesar 1 persen yoy pada 2022 menjadi Rp4,05 triliun dari Rp4 triliun pada periode sebelumnya.

Diberitakan sebelumnya, kedua bank ini terjadi tengah mengajukan laporan, salah satunya kepada bos Gudang Garam, Susilo Wonowidjojo ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Kamis (2/2/2023). 

Susilo diduga terlibat tindak pidana pemalsuan surat, penipuan, hingga pencucian uang. Namun, bukan terkait dengan perusahaanya Gudang Garam, Susilo dilaporkan oleh OCBC NISP terkait dengan kepemilikan di PT Hair Star Indonesia (PT HSI).

Hasbi Setiawan, Tim Kuasa Hukum Bank OCBC NISP menyebutkan bahwa pihaknya melaporkan direksi dan komisaris PT HSI yang sebelumnya merupakan anak perusahaan PT HMU karena diduga telah merugikan Bank OCBC NISP berupa kredit macet kurang lebih Rp232 Miliar dan total sekitar Rp1 Triliun di beberapa Bank lainnya. 

Awalnya, PT HSI disebut memiliki pinjaman kepada Bank OCBC NISP sejak 2016. Dalam perjanjian kredit tersebut, PT HSI mendapatkan pembiayaan untuk modal kerja dalam mendukung pengembangan bisnis rambut palsu atau wig yang pabriknya berada di Sidoarjo, Jawa Timur.      

Di tahun yang sama, PT HMU milik Susilo Wonowidjojo menjadi pemegang saham pengendali PT HSI bersama PT Surya Multi Flora, dengan masing-masing sebanyak 50 persen saham.

Berdasarkan data AHU, Kementerian Hukum dan HAM, akta Nomor 016 tanggal 28 Juli 2016 dan diperbarui pada 21 Juli 2021, Susilo Wonowidjojo memiliki sebanyak 99,9 persen saham PT HMU senilai Rp1,93 triliun.

Hasbi mengatakan bahwa status tersebut membuat banyak bank, termasuk Bank OCBC NISP untuk memberikan kredit kepada PT HSI selama periode 2016-2021. 

Namun, pada 17 Mei 2021, berdasarkan akta perusahaan Nomor 12, kepemilikan 50 persen saham PT HMU di PT HSI tiba-tiba beralih kepada Hadi Kristianto Niti Santoso. Sementara PT Surya Multi Flora tetap memiliki 50 persen saham. 

“Hilangnya saham PT HMU dari PT HSI itu kemudian diikuti dengan aksi PKPU yang akhirnya berujung pailit terhadap PT HSI di Pengadilan Niaga Surabaya pada tahun 2021. Kami menduga adanya indikasi perbuatan melawan hukum dari PT. HMU untuk menghindari kewajiban PT HSI kepada para bank,” papar Hasbi beberapa waktu lalu.

Pihaknya menyayangkan, buruknya pengelolaan PT HSI padahal dimiliki oleh salah satu orang yang sering diberitakan media sebagai konglomerat dan orang terkaya di Indonesia. 

“Jika kasus ini tidak ditangani dengan baik, kami khawatir kepastian hukum dan industri perbankan akan menjadi korban. Kami serahkan penanganan kasus ini ke Bareskrim Polri, dan kami yakin Bareskrim Polri akan profesional dan terbuka dalam menangani kasus ini,” tandas Hasbi.

Selain OCBC NISP, Bank Mega juga melaporkan petinggi Susilo terkait kasus yang sama. Bank Mega merasa dirugikan Rp212 milar. 

Berdasarkan data di SIPP PN Sidoarjo, pihak Bank Mega menyebut, para tergugat termasuk Susilo telah menyebabkan kerugian materiil sebesar Rp112 miliar dan kerugian immateriil sebesar Rp100 miliar. Alhasil, total kerugian MEGA sekitar Rp212 miliar. “Untuk secara tanggung-renteng membayar ganti kerugian secara tunai dan sekaligus kepada Penggugat yakni kerugian materiil sebesar Rp112.003.007.832,23,- dan kerugian immateriil sebesar Rp100.000.000.000 secara tunai dan sekaligus,” tulis Bank Mega dalam petitum tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper