Bisnis.com, JAKARTA — Saat bank jumbo lainnya seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencatatkan peningkatan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BBRI malah sebaliknya.
Berdasarkan laporan keuangannya, NIM BRI pada 2022 turun 9 basis poin (bps) secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 6,8 persen. Berbeda dengan Bank Mandiri yang mencatatkan peningkatan NIM 43 bps menjadi 5,16 persen pada 2022.
BCA juga mencatatkan peningkatan NIM 20 bps jadi 5,3 persen pada akhir tahun lalu. Kemudian PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatatkan peningkatan NIM 14 bps menjadi 4,81 persen pada 2022.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa hal ini bukan masalah berarti bagi BRI, karena BRI akan menjadi bank percontohan. "Kita akan bikin bank dengan NIM percontohan," ujarnya dalam paparan kinerja BRI 2022 pada Rabu (8/2/2023).
Dia mengatakan bahwa berdasarkan data yang ada di perseroan, pendapatan bunga bukanlah faktor penentu kinerja. "Berdasarkan data historis BRI, tidak ditemukan korelasi positif NIM dengan laba BRI," katanya.
Jadi, meskipun NIM BRI menurun, laba tetap melonjak tinggi. BBRI tercatat membukukan laba bersih Rp51,4 triliun sepanjang 2022, atau melesat 67,15 persen yoy.
Baca Juga
NIM BRI sejak 2008 hingga 2022 pun menurutnya terus merosot. Pada 2008 BRI mencatatkan NIM 10,18 persen, turun drastis jadi 6,8 persen pada 2022.
Namun, laba terus melonjak. Pada 2008, laba BRI mencapai Rp5,96 triliun dan pada 2022 tumbuh lebih dari 8 kali lipat menjadi Rp51,4 triliun.
Ia mengatakan, faktor utama laba BRI sejak 2008 itu adalah pertumbuhan volume kredit dan peningkatan jumlah nasabah yang dilayani. "Peningkatan laba BRI lebih disebabkan pertumbuhan jumlah nasabah mikro yang naik tiga kali lipat dibandingkan 2008, menjadi lebih dari 15 juta nasabah mikro. Kemudian kreditnya naik dari dari Rp161 triliun, jadi Rp1.029 triliun," ungkapnya.
Sebelumnya, NIM perbankan memang menjadi sorotan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan menilai posisi NIM perbankan nasional masih terlalu tinggi, yakni mencapai 4,4 persen sepanjang 2022. "Tinggi banget, ini mungkin tertinggi di dunia," pungkas Jokowi saat menyampaikan pidato pembukanya dalam acara pertemuan tahunan industri jasa keuangan (PTIJK) 2023 pada Senin (6/2/2023).
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga sempat menyebutkan bahwa margin bunga bersih atau NIM perbankan di Indonesia berada pada posisi aman, bahkan masuk jajaran tertinggi di dunia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa memang NIM perbankan menjadi perhatian karena dinilai terlalu tinggi. "Ada concern agar jangan sampai tingkat suku bunga tinggi menghambat bisnis, jadi tidak bantu sektor tertentu seperti UMKM [usaha mikro, kecil, dan menengah]," ujarnya.
Menurutnya, NIM yang besar memang dianggap membawa keuntungan semata bagi perbankan dilihat dari margin suku bunga pinjaman yang besar, sementara suku bunga simpanan yang kecil. Namun, menurutnya NIM yang besar itu banyak pertimbangan.
"Banyak hal yang bisa diteliti, pastikan berapa tingkat suku bunga ideal atau margin yang didapat bank dari pinjaman serta dana simpanan," ungkap Dian.
Untuk itu, bank mesti menunjukkan komponen apa saja yang menyebabkan tingginya NIM. "Misalnya, apakah ini karena efisiensi bank, mungkin high cost economy, atau lainnya," ujar Dian.