Bisnis.com, JAKARTA — Reli saham perbankan seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) hingga PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dalam sepekan terakhir dipengaruhi oleh momen bagi-bagi dividen dan kabar bangkrutnya Silicon Valley Bank hingga Signature Bank.
Berdasarkan data RTI Business, harga saham BBRI menguat 3,59 persen dalam penutupan perdagangan Jumat (17/3/2023) dan terparkir di level Rp4.900. Dalam sepekan, harga saham BBRI pun naik 1,66 persen.
Sementara, harga saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. atau BMRI naik 2,54 persen pada penutupan perdagangan Jumat (17/3/2023) dan terparkir di level Rp10.100. Harga saham BMRI turun 2,65 persen dalam sepekan.
Harga saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BBNI ditutup di level Rp9.025, naik 0,84 persen pada perdagangan akhir pekan.
Kemudian, harga saham BBCA naik 0,90 persen pada penutupan perdagangan Jumat (17/3/2023) dan terparkir di level Rp8.375. Meskipun dalam sepekan, harga saham BBCA turun 0,89 persen.
Investment Analyst di Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian mengatakan secara jangka pendek, harga saham bank-bank jumbo itu terpengaruh oleh momen tebaran dividen. "Harga saham bank-bank tersebut berpotensi mengalami kenaikan," katanya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Bank-bank jumbo tersebut memang telah mengumumkan tebaran dividennya dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) dalam sepekan terakhir. BBRI mengumumkan pembagian dividen kepada pemegang sahamnya dengan nilai Rp43,5 triliun, atau 85 persen dari laba bersih tahun buku 2022.
BMRI menetapkan rasio dividen sebesar 60 persen dari laba tahun buku 2022 dengan nilai Rp24,7 triliun. BBNI menetapkan pembagian dividen sebesar Rp7,3 triliun atau 40 persen dari total laba bersih tahun buku 2022.
Lalu, BBCA menetapkan dividen Rp25,3 triliun atau 62 persen dari total laba bersih tahun buku 2022.
Meski begitu, harga saham bank-bank jumbo itu juga terpengaruh oleh sentimen negatif dari global karena bangkrutnya bank-bank asal AS, seperti Sillicon Valley Bank.
"Jika melihat sentimen negatif dari global berupa bangkrutnya SVB di AS, maka akan terdapat volatilitas harga," kata Fajar.
Sebagaimana diketahui, SVB dilaporkan bangkrut usai gagal mengumpulkan dana tambahan sebesar US$2,25 miliar dalam 48 jam. Kejadian tersebut lantas menyulut kekhawatiran masyarakat atas terulangnya kembali krisis pada 2008 silam.
Sebelum SVB, Silvergate Capital Corp., juga telah mengatakan akan melikuidasi banknya yang menyimpan dana kripto sebagai imbas dari kehancuran industri kripto.
Kepanikan di industri keuangan AS tidak berhenti di situ, sebab regulator bank AS kemudian mengumumkan penutupan Signature Bank.
Tidak hanya di AS, sentimen negatif merembet ke pasar Eropa setelah Credit Suisse mengalami gejolak. Saham Credit Suisse Group AG ditutup melemah 24 persen pada perdagangan Rabu (15/3/2023), setelah sempat anjlok 31 persen ke level terendah sepanjang masa.
Bank Sentral Swiss kemudian memberikan bantuan likuiditas kepada Credit Suisse Group AG setelah sahamnya anjlok. Credit Suisse Gorup AG sendiri telah menarik pinjaman senilai US$54 miliar atau Rp833 triliun dari Bank Sentral Swiss.
Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya mengatakan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan [IHSG] pada pekan ini pun terpengaruh oleh sentimen efek domino kolapsnya Silicon Valley Bank ke Credit Suisse di Eropa.
IHSG sendiri dilaporkan anjlok dalam sepekan. IHSG mengalami perubahan sebesar 1,29 persen menjadi 6.678,237 pada pekan ini dari 6.765,302 pada pekan yang lalu.