Bisnis.com, JAKARTA— Generasi milenial masih mendominasi outstanding pinjaman atau kredit macet lebih dari 90 hari klaster finansial teknologi atau fintech kalangan perseorangan.
Berita tentang generasi milenial dominasi kredit macet di fintech menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id hari ini. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Rabu (3/5/2023):
1. Gairah Utang Milenial & Risiko Kredit Macet Fintech
Dalam data statistis fintech lending periode Februari 2023 yang dipublikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), outstanding pinjaman macet untuk rntang usia 19-34 tahun mencapai Rp645,55 miliar. Catatan tersebut naik 22,34 persen secara tahunan atau year-on-year/yoy dari sebelumnya mencapai Rp527,68 miliar pada Februari 2021.
Adapun per Februari 2023, pinjaman macet lebih dari 90 hari untuk rekening penerima pinjaman aktif di usia 19-34 tahun mencapai 260.098 dengan outstanding pinjaman Rp645,55 miliar. Kendati, jika dilihat secara bulanan atau mont-yo-month/mtm, outstanding pinjaman macet lebih dari 90 hari di usia 19-34 tahun itu menyusut 8,06 persen mtm dari posisi Januari 2023 mencapai Rp702,15 miliar.
Setelah generasi milenial, menyusul di belakangnya rentang usia 35-54 tahun dengan outstanding pinjaman macet lebih dari 90 hari mencapai Rp394,09 miliar.
Outstanding pada kelompok ini naik drastis hingga 99,64 persen yoy dari sebelumnya Rp197,4 miliar pada Februari 2022. Lalu, usia di atas 54 tahun juga mengalami peningkatan outstanding pinjaman macet lebih dari 90 hari sebesar 21,03 persen yoy dari Rp19,04 miliar menjadi Rp23,04 miliar.
Sementara itu, OJK mencatat usia di bawah 19 tahun mengalami penurunan pinjaman macet lebih dari 90 hari. Outstanding pinjaman pada kelompok ini menyusut 75,96 persen yoy menjadi Rp1,64 miliar.
2. Catatan dan Keberhasilan Mudik 2023, Sampai Jumpa Lebaran 2024!
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi agaknya bisa mengelap sejenak keringat di keningnya, setelah menyelesaikan periode arus mudik dan balik Hari Raya Idulfitri 2023.
Tahun ini tak bisa disamakan dengan periode Lebaran tahun-tahun sebelumnya. Volume pemudik setidaknya menjadi salah satu tolak ukur utama. Dari prediksi awal, Kemenhub memperkirakan 123,8 juta pergerakan selama momen Lebaran.
Jumlah tersebut meningkat hampir 50 persen dari 85,5 juta pergerakan pada 2022, angka tertinggi sebelum terlewati pada tahun ini. Meningkatnya volume pemudik, menuntut kerja keras ekstra dari seluruh pihak. Dimulai dari Kemenhub, Korlantas Polri hingga penyedia layanan tol dan instansi lainnya.
Tahun ini, kerja keras seluruh pihak terlihat jelas. Dari sisi angka kecelakaan misalnya turun drastis. Kemenhub menyebut jumlah kecelakaan selama arus mudik turun 33 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
3. Menggiring Pelaku Usaha Industri Emas Melalui Revisi Tarif Pajak
Pemerintah menginginkan terciptanya level playing field di semua lapisan ekosistem industri emas perhiasan. Untuk itu, pemerintah berupaya mendorong semua pelaku usaha industri emas perhiasan masuk ke dalam sistem. Revisi tarif pajak emas yang dilakukan pemerintah di antaranya dimaksudkan untuk mendorong para pelaku usaha industri emas perhiasan masuk ke dalam sistem yang disediakan pemerintah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023 Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memangkas tarif pajak emas batangan menjadi 0,25 persen. Semula, berdasarkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, tarif pajak emas batangan ditetapkan sebesar 0,45 persen.
Pengaturan ulang tarif ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023 yang berkaitan dengan pengenaan PPh dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan emas hingga batu permata.
Dalam aturan baru tersebut, pengusaha emas batangan wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen dari harga jual. Kewajiban tersebut dikecuali atas penjualan emas batangan kepada konsumen akhir WP yang dikenai PPh final cfm. PP-55/2022, dan WP yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB).
Pengecualian pengenaan tarif juga berlaku untuk Bank Indonesia, atau penjualan melalui pasar fisik emas digital sesuai ketentuan mengenai perdagangan berjangka komoditi.
4. Kredit Properti Moncer, Asuransi Rumah Kian Semarak
Asuransi properti atau rumah diramal bakal bergairah sepanjang 2023 seiring dengan moncernya penyaluran kredit. Adapun penyaluran kredit mengalami pertumbuhan hingga 9,8 persen secara tahunan atau year-on-year/yoy pada Maret 2023.
Kondisi itu diamini oleh praktisi asuransi dan Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Barkah Taim. Hal tersebut menurutnya juga tidak terlepas dari optimisme pertumbuhan ekonomi hingga 5 persen. Sebab, pertumbuhan asuransi rumah akan mengikuti pertumbuhan ekonomi, khususnya properti.
Potensi tersebut, menurutnya juga didukung bahwa asuransi rumah dibutuhkan karena rumah merupakan aset yang berharga, dan merupakan investasi bagi pemiliknya.
Meskipun, potensi itu juga tidak terlepas dari sejumlah tantangan di lini bisnis asuransi rumah. Salah satunya adalah pertumbuhan asuransi rumah dapat bervariasi bergantung dari situasi pasar dan peraturan pemerintah, termasuk insentif pajak.
5. Pro Kontra Izin Ekspor Konsentrat Tembaga ke Freeport dan Amman
Keputusan pemerintah yang akhirnya memberikan lampu hijau perpanjangan ekspor konsentrat tembaga kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara masih menimbulkan pro dan kontra.
Terlebih, moratorium ekspor seluruh mineral mentah termasuk konsentrat tembaga, sejatinya baru akan diberlakukan serempak pada Juni 2023 sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Namun, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaga PTFI dan Amman Mineral hingga Mei 2024. Di sisi lain, moratorium ekspor bijih bauksit bakal tetap dilakukan pada 10 Juni 2023.
Komitmen pemerintah untuk mendorong pembangunan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri yang diikuti dengan kebijakan larangan ekspor komoditas mineral—konsentrat tembaga salah satunya—kini makin dipertanyakan.
Baik pemerintah maupun perusahaan seharusnya menghormati dan patuh terhadap isi UU Minerba pengganti UU Nomor 4 Tahun 2009 tersebut, yang sudah dibahas dan dikaji secara komprehensif oleh berbagai pihak.