Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa sebanyak 26 penyelenggara financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending belum memenuhi batas ekuitas minimum Rp2,5 miliar.
Direktur Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta mengatakan bahwa jumlah penyelenggara fintech P2P lending yang belum memenuhi ekuitas Rp2,5 miliar itu setara dengan 25 persen dari total penyelenggara atau 102 pemain fintech P2P lending.
“Perusahaan fintech P2P lending dengan ekuitas modal sekarang ada 26 yang di bawah Rp2,5 miliar dari 102 penyelenggara,” kata Tris saat ditemui usai acara bertajuk Fintech Policy Forum yang diselenggarakan IFSoc di Auditorium CSIS, Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Namun, jika dibandingkan dengan posisi Desember 2022, penyelenggara fintech P2P lending yang belum memenuhi batas minimum Rp2,5 miliar terpantau mengalami penambahan.
Berdasarkan catatan Bisnis, per Desember 2022, OJK mencatat sebanyak 17 penyelenggara fintech P2P lending yang belum memenuhi batas ekuitas minimum Rp2,5 miliar.
Tris menjelaskan bahwa bertambahnya penyelenggara fintech P2P lending yang belum memenuhi ekuitas Rp2,5 miliar itu salah satunya disebabkan oleh kerugian dari fintech itu sendiri.
Kendati demikian, Tris mengungkapkan bahwa 26 penyelenggara fintech P2P lending tersebut terus berupaya untuk meningkatkan batas ekuitas sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022.
“Jadi bukan berarti mereka diam saja, mereka lagi peningkatan modal, masih proses, dan jatuh temponya kan Juli 2023,” ujarnya.
Berdasarkan POJK 10/2022, dijelaskan bahwa OJK memberikan jadwal pemenuhan ekuitas perusahaan fintech lending secara bertahap, yaitu dimulai pada 4 Juli 2023 dengan paling sedikit memiliki ekuitas senilai Rp2,5 miliar. Selanjutnya, sebesar Rp7,5 miliar pada 4 Juli 2024 dan berlanjut hingga Rp12,5 miliar pada 4 Juli 2025.
“Jadi setiap platform itu punya action plan, paling tidak di bulan Juli itu sudah Rp2,5 miliar. Untuk yang platform eksisting 102 [penyelenggara fintech P2P lending] itu di Juli 2023 minimum ekuitas Rp2,5 miliar,” kata Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Bambang W. Budiawan.
SANKSI
Bambang menambahkan bahwa regulator juga telah menyiapkan sanksi kepada penyelenggara fintech P2P lending yang tidak bisa memenuhi ekuitas minimum Rp2,5 miliar. Tak tanggung-tanggung, OJK juga menyiapkan sanksi tegas berupa pencabutan izin usaha kepada penyelenggara fintech P2P lending.
“Kalau sanksi kita lihat, bisa dilakukan macam-macam, bisa dilakukan peringatan, teguran, dan pembatasan kegiatan usaha bisa saja, sampai dengan ujungnya CIU [pencabutan izin usaha],” jelas Bambang.
Lebih lanjut, apabila suatu pemain fintech P2P lending menyerah dalam memenuhi ekuitas minimum, maka bisa menyerahkan izin usaha ke regulator.
“Atau, juga ada pilihan kalau menyerah balikin saja izinnya. Itu macam-macam mereka melakukan corrective action-nya. Kalau cepat, tentunya surat tegurannya akan dicabut,” tambahnya.
Sementara itu, Bambang mengaku bahwa sejauh ini pemain fintech P2P lending belum memiliki rencana aksi korporasi seperti merger atau akuisisi (penggabungan) antar fintech.
“Tapi kalau perubahan pemegang kepemilikan kemungkinan iya. Tapi tidak dalam waktu dekat,” tandasnya.