Bisnis.com, JAKARTA - Minat nasabah Indonesia memakai layanan perbankan syariah terindikasi cukup tinggi. Seiring dengan itu, nasabah juga tetap berharap mendapatkan keuntungan atau profit yang menjanjikan.
BSI Institute bekerja sama dengan Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia melakukan survei customer mapping terhadap nasabah perbankan di Indonesia. Survei dilakukan terhadap 4.802 orang responden, di mana 1.445 responden di antaranya merupakan nasabah PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI (BRIS).
Periode survei sendiri berjalan pada Januari 2023 hingga Februari 2023. Survei difokuskan untuk mengetahui preferensi nasabah perbankan di Indonesia saat ini, dengan melihat empat aspek, yaitu sharia minded, impact oriented, conventional minded, dan profit oriented.
Hasilnya, mayoritas nasabah atau 59,7 persen responden memiliki preferensi terhadap layanan perbankan syariah atau sharia minded, dengan tetap menganggap penting tingkat profit yang tinggi atau profit oriented.
Baca Juga : Menilik Prospek Saham Bank Syariah, BTPS atau BRIS Lebih Moncer Terdorong Tahun Politik? |
---|
Sementara itu, survei terhadap nasabah BSI menunjukkan bahwa mayoritas nasabah 65,1 persen peduli terhadap aspek syariah namun tetap memperhatikan tingkat profit.
"Kedua hasil customer mapping tersebut mengindikasikan bahwa secara fungsi komersial dan investasi, perbankan syariah tidak berbeda dengan perbankan pada umumnya. Bank syariah harus mampu memberikan layanan keuangan berkualitas dan keuntungan investasi yang juga kompetitif," tulis BSI Institute dalam laporannya dikutip Bisnis pada Kamis (15/6/2023).
Berdasarkan laporan hasil survei itu dijelaskan bahwa bank syariah harus mampu menyeimbangkan antara fungsi komersial dengan fungsi sosialnya. "Preferensi nasabah yang berorientasi profit dapat juga diartikan bahwa nasabah menuntut bank syariah agar dapat memberikan layanan yang berkualitas," tulis BSI Institute.
BSI Institute menyebut salah satu layanan bank syariah yang perlu terus ditingkatkan yaitu layanan yang berbasis digital, sebab preferensi masyarakat dalam melakukan transaksi ekonomi dan keuangan sudah bergeser ke layanan digital.
"Yang pasti, konsumen hari ini dan masa depan menginginkan produk dan layanan yang better, faster, dan cheaper," kata Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo dalam laporan BSI Institute.
Sebagaimana diketahui, perbankan memang gencar mendigitalisasi layanannya. Transaksi digital perbankan pun tumbuh kian pesat.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksi transaksi layanan digital perbankan akan menyentuh angka Rp64.000 miliar hingga akhir 2023 mendatang.
Perry menambahkan bahwa poyeksi tersebut seiring dengan posisi Indonesia saat ini menjadi salah satu negara yang paling cepat melaksanakan akselerasi ekonomi keuangan digital.
"Layanan perbankan digital bisa mencapai lebih dari Rp64.000 triliun rupiah baik transfer dan transaksi-transaksi lain," jelasnya dalam agenda Opening Ceremony Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI), bulan lalu (8/5/2023).
Di BSI sendiri, transaksi e-channel hingga Maret 2023 tercatat tembus 143,59 juta transaksi atau mencapai 97 persen secara tahunan (year on year/yoy). Sepanjang kuartal I/2023, jumlah transaksi kumulatif penggunaan layanan digital di platform BSI Mobile mencapai 86,4 juta atau tumbuh 57 persen yoy.
Emiten bank berkode BRIS itu juga mencatat pengguna BSI Mobile pada kuartal I/2023 tembus 5,18 juta. Seiring dengan peningkatan transaksi digital tersebut, manajemen BSI mencatatkan adanya peningkatan fee based income mencapai Rp64 miliar, tumbuh 5 persen secara yoy.