Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memanggil Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar ke Istana Negara diantaranya membahas terkait upaya penghapus bukuan kredit macet usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Airlangga mengatakan dalam menjalankan upaya tersebut, sejumlah aturan tengah disiapkan oleh pemerintah.
“Tadi kami membahas mengenai restrukturisasi UMKM, termasuk penghapus bukuan atau tagihan. Berdasarkan perundang-perundangannya sebetulnya semua siap,” ujarnya setelah dipanggil Jokowi ke Istana Presiden pada Senin (17/7/2023).
Aturan yang dimaksud diantaranya adalah UU 10/1998 tentang Perbankan. Dalam aturan itu dijelaskan apabila bank kesulitan melakukan usaha, maka dapat melakukan penghapus bukuan kredit dan ini berlaku untuk seluruh perbankan.
Airlangga juga mengatakan terdapat Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Baca Juga
Pemerintah juga telah menyiapkan ketentuan yang masuk dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
"Dalam pasal 250-251 disampaikan mengenai pengaturan piutang macet, utamanya UMKM yaitu dapat dilakukan penghapus bukuan dan penghapusan tagihan," katanya.
Pemerintah pun saat ini masih menyelesaikan ketentuan perpajakan terkait UMKM dan ketentuan lainnya.
Adapun, terdapat berbagai syarat penghapusbukuan kredit UMKM. Menurut Airlangga, piutang macet itu harus restrukturisasi terlebih dahulu, kemudian setelah penagihan optimal restrukturisasi tetap tidak tertagih, maka bisa dihapus bukukan dan hapus tagih.
Sementara itu, menurutnya penghapus bukuan akan menjadi kerugian perbankan. Khusus bagi himpunan bank milik negara (Himbara) atau bank BUMN, penghapus bukuan kredit UMKM bukan menjadi kerugian keuangan negara, tetapi kerugian yang dapat dihapus bukukan dan diatur secara perundang-undangan.
Sejalan dengan rencana tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM menyiapkan skema restrukturisasi kredit bagi UMKM sebelum bergulirnya payung hukum.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menjelaskan skema restrukturisasi yang telah disipakan dalam jangka pendek bagi UMKM yakni penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu atau tenor pinjaman, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, serta penambahan fasilitas kredit pembiayaan.
“Selain itu juga, konversi kredit pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara,” ujarnya kepada Bisnis.
Menurut Teten, Himbara juga telah mendukung kebijakan penghapusan piutang macet UMKM. Namun, Himbara membutuhkan kepastian hukum untuk melaksanakan penghapustagihan piutang macet UMKM.
Kredit Bermasalah UMKM di BRI, Bank Mandiri, BNI
Sebelumnya, Direktur Bisnis Mikro PT Bank Bank Rakyat Indonesia Tbk. atau BRI (BBRI) Supari juga menjelaskan fokus bisnis perseroan adalah menyalurkan kredit terhadap pemberdayaan UMKM.
“Terkait wacana hapus buku UMKM, Kami mendukung kebijakan pemerintah yang memiliki dampak positif terhadap UMKM, termasuk Implementasi UU PPSK,” ujarnya.
BRI sendiri mencatatkan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL), termasuk kredit macet secara bank only per kuartal I/2023 sebesar 3,02 persen, turun dibandingkan NPL bank only periode yang sama tahun sebelumnya 3,15 persen.
Apabila dilihat per segmennya, segmen usaha kecil mempunyai rasio kredit bermasalah terbesar yakni 4,45 persen. Lalu, segmen mikro mencatatkan NPL sebesar 2,24 persen dan segmen menengah sebesar 2,06 persen per kuartal I/2023.
Bank anggota Himbara lainnya PT Bank Mandiri (persero) Tbk (BMRI) mencatatkan NPL secara bank only 1,7 persen atau nilai kredit bermasalah sebesar Rp15,6 triliun pada kuartal I/2023. Segmen UKM mempunyai NPL 0,93 persen pada periode tersebut, sedangkan segmen mikro sebesar 1,15 persen.
PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk. (BBNI) mencatatkan total NPL 2,8 persen atau Rp17,44 triliun pada kuartal I/2023. Segmen usaha menengah mencatatkan NPL terbesar yakni 6 persen, sementara segmen usaha kecil sebesar 2,6 persen.