Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) membuka peluang melakukan penyesuaian suku bunga bank seiring dengan prediksi Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 24-25 Juli 2023
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan sejak pertengahan tahun lalu BI menaikan suku bunga acuan hingga 225 basis poin (bps) menjadi ke level 5,75 persen, BCA tidak mengambil langkah untuk menaikan suku bunga kreditnya.
"Apakah selama BI naikan suku bunga acuan BCA naikan bunga kredit, jawabannya tidak. Malah suku bunga KPR [kredit pemilikan rumah] ada beberapa tenor yang kita turunkan," ujar Jahja dalam paparan kinerja BCA, Senin (24/7/2023).
BCA memilih untuk menaikan suku bunga deposito dan Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR).
Emiten bank berkode BBCA ini memang sejak November 2022 telah menaikan suku bunga depositonya secara bertahap. Kemudian, JIBOR naik seiring dengan tren kenaikan suku bunga acuan BI.
Jahja mengatakan ke depan seiring dengan perkiraan tren suku bunga acuan BI, BCA akan melakukan sejumlah penyesuaian pada suku bunga bank. "Kalau BI menyesuaikan kembali suku bunga acuannya, kami juga akan sesuaikan suku bunga DPK [dana pihak ketiga]," tuturnya.
Baca Juga
Seiring dengan perkiraan suku bunga acuan BI, BBCA optimis penyaluran kredit akan terus moncer pada tahun ini. "Target tidak diubah, sekitar 9-12 persen pertumbuhannya. Kalaupun naik pesat, maka itu kontribusi dari korporasi," ujar Jahja.
BCA sendiri telah mencatatkan pertumbuhan kredit 9 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp735,9 triliun hingga Juni 2023. Jahja mengungkapkan pertumbuhan kredit pada paruh pertama tahun ini ditopang moncernya kredit konsumer yang naik 13,9 persen yoy menjadi Rp183,9 triliun.
Sementara itu, kredit korporasi bank melempem pada enam bulan pertama tahun ini. BCA memang mencatatkan pertumbuhan kredit korporasi 5,1 persen yoy menjadi Rp326,0 triliun pada semester I/2023. Namun, pertumbuhan kredit korporasi di BCA ini kalah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau semester I/2022 yang bisa tumbuh hingga 19,1 persen yoy.
Sebagaimana diketahui, BI telah mempertahankan suku bunga acuan pada tingkat 5,75 persen selama 5 bulan beruntun sejak Februari 2023. Pada RDG bulan ini, konsensus Bloomberg yang terdiri dari 30 ekonom memperkirakan suku bunga acuan BI tidak berubah, tetap pada level 5,75 persen.
BI dinilai mempertimbangkan disinflasi domestik yang stabil dan stabilitas rupiah menjelang pertemuan FOMC the Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS) pada Kamis pekan ini, yang mana diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 bps.
Ekonom Australia & New Zealand Banking Group Krystal Tan menilai kondisi eksternal saat ini masih belum kondusif bagi BI untuk melonggarkan suku bunga kebijakan.
“Dengan the Fed yang secara luas diantisipasi untuk menaikkan suku bunga kebijakannya sedikit lebih jauh minggu ini, melakukan hal yang berlawanan dapat menjadi upaya yang berisiko bagi BI, paling tidak mengingat latar belakang penurunan cadangan devisa, perbedaan suku bunga yang sudah menyempit, dan penyangga yang menipis dari surplus perdagangan,” katanya, dilansir melalui Bloomberg, Selasa (25/7/2023).
Kekhawatiran pasar terhadap arah kebijakan the Fed telah membawa nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp15.000 terhadap dollar AS. Hal ini akan mendorong BI untuk bersikap berhati-hati guna memastikan volatilitas rupiah tidak memicu imported inflation.
Ekonom dari Societe Generale GSC Pvt Kunal Kundu juga menilai penurunan suku bunga baru akan terjadi jika ada tanda-tanda pasti bahwa the Fed telah selesai dengan siklus kenaikan suku bunganya.
"Ketergantungan yang berlebihan pada pemegang obligasi asing untuk membiayai defisit anggaran menjadi penting untuk mempertahankan daya tarik obligasi pemerintah Indonesia," katanya.