Bisnis.com, JAKARTA — Dana pensiun atau dapen masih betah menempatkan instrumen investasi di Surat Berharga Negara (SBN).
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menilai bahwa SBN menjadi salah satu instrumen investasi yang sangat cocok di dapen, terutama karena investasi surat utang milik negara itu relatif tidak memiliki risiko serta bersifat likuid.
“Risikonya nol karena dijamin pemerintah dan profil risiko dapen konservatif karena itu lebih memilih investasi ke aset seperti SBN,” kata Arjun kepada Bisnis, Selasa (25/7/2023).
Selain itu, Arjun mengungkapkan bahwa dana pensiun mempunyai profil risiko yang sangat konservatif. Hal ini mengingat tujuan dana pensiun untuk jangka panjang yakni kesejahteraan pekerja setelah tidak aktif.
“Jadi mereka mau nggak mau harus memilih investasi di aset yang aman dan risiko minim, seperti SBN serta likuid,” terangnya.
Di samping itu, ada juga manfaat pembayaran kupon berkala yang bisa digunakan untuk pembayaran kewajiban investasi, sehingga dana pensiun mendapat aliran dana yang berkelanjutan. “Jadi tidak heran kalau porsi SBN meningkat terus itu sebenarnya sangat wajar,” tambahnya.
Baca Juga
Namun demikian, Arjun melihat juga masih adanya potensi penurunan imbal hasil (yield) SBN. Berdasarkan posisi obligasi negara 10 tahun yang memiliki kupon kisaran 6,32 persen, Arjun mengungkapkan bahwa masih ada potensi penurunan karena kenaikan permintaan SBN maupun dari sisi domestik atau asing yang memborong SBN terus sejak awal tahun.
Menilik data Statistik Dana Pensiun Mei 2023 yang dipublikasikan OJK pada 18 Juli 2023, sepanjang Januari 2023–Mei 2023, investasi SBN di dapen gabungan mencapai Rp568,41 triliun.
OJK mencatat instrumen SBN mengambil kue sebesar 32,54 persen dari total aset neto pada Mei 2023. Aset neto di dapen gabungan mencapai Rp352,6 triliun, menguat 5,45 persen dari periode yang sama tahun lalu hanya Rp334,38 triliun.
Dari sana, instrumen investasi di SBN mengalami pertumbuhan sebesar 20,87 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Mei 2023. Posisinya naik dari Rp94,93 triliun pada Mei 2022 menjadi Rp114,74 triliun pada lima bulan pertama 2023.