Bisnis.com, JAKARTA –– Bank Indonesia merilis kredit perbankan dapat tembus dua digit hingga akhir tahun. Optimisme ini beriringan dengan keluarnya pengumuman Badan Pusat Statistik yang melaporkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17 persen pada kuartal II/2023.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Solikin M. Juhro mengungkapkan saat ini tertangkap fenomena dunia usaha yang mulai cenderung wait & see yang memicu tertahannya permintaan terhadap kredit. Meski demikian BI optimistis pertumbuhan kredit perbankan pada tahun ini akan mencapai kisaran 9 hingga 11 persen.
Solikin saat memang sebagian perusahaan yang memiliki likuiditas longgar cenderung melunasi utangnya. Kondisi ini tercermin juga dari perlambatan laju dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit di perbankan.
Tercatat, kredit perbankan pada Juni 2023 tumbuh 7,76 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), melambat dari pertumbuhan 9,39 persen pada Mei 2023. Sejalan dengan itu, DPK juga tercatat hanya tumbuh 5,79 persen yoy.
“Korporasi cenderung melunasi utangnya dan wait and see, menunggu tahun depan mau investasi apa yang lebih prospektif. Memang dari sisi DPK agak melambat pertumbuhannya, sehingga ini juga akan mempengaruhi laju kredit,” katanya dalam acara Taklimat Media, Rabu (9/8/2023).
Meski demikian, Solikin mengatakan bahwa fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara berkembang lainnya. Likuiditas korporasi yang melimpah ini merupakan dampak dari windfall harga komoditas global.
Baca Juga
Dia meyakini, kondisi ini hanya akan berlangsung secara temporer sehingga tidak akan mengganggu laju penyaluran kredit di dalam negeri. Kredit perbankan tetap akan sesuai dengan proyeksi yang tertuang dalam rencana bank yang dilaporkan ke Bank Indonesia.
“Dari sisi perbankan, kami melakukan diskusi FGD dengan 40 bank besar, mereka juga optimistis target RBB [rencana bisnis bank] akan tercapai,” kata Solikin.
Sebagai stimulus untuk mendorong pertumbuhan kredit, BI kembali menaikkan maksimal besaran insentif likuiditas makroprudensial menjadi sebesar 4 persen, berlaku mulai 1 Oktober 2023. Insentif ini akan menambah likuiditas di perbankan sebesar Rp50 triliun.
Jika dirincikan, besaran dari penajaman insentif terdiri dari, pertama, insentif paling besar 2 persen untuk penyaluran kredit ke sektor tertentu yang ditetapkan oleh BI.
Sektor tersebut diantaranya insentif atas kredit kepada sektor hilirisasi minerba paling tinggi 0,3 persen, hilirisasi nonminerba paling tinggi 0,8 persen, perumahan (termasuk perumahan rakyat) paling tinggi 0,6 persen, dan pariwisata paling tinggi 0,3 persen.
Kedua, insentif kepada bank penyalur kredit inklusif yang dinaikkan menjadi 1,5 persen, dengan rincian 1 persen untuk penyaluran kredit UMKM/KUR dan 0,5 persen untuk penyaluran kredit ultra mikro (UMi).
Ketiga, insentif terhadap penyaluran kredit hijau ditetapkan menjadi paling besar 0,5 persen. Solikin mengatakan, penajaman insentif likuiditas makroprudensial tersebut berlaku mulai 1 Oktober 2023.