Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan dividen bank telah menjadi daya tarik utama pergerakan emiten pemberi kredit itu di Bursa Efek Indonesia (BEI). Setiap bank mengumumkan pemberian dividen, maka direspon dengan harga saham ke zona hijau.
Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mengapresiasi perbankan yang rajin memberikan dividen. Sebagai konteks, BEI sejak 2018 memperkenalkan IDX High Dividend 20 (IDXHIDIV20). Kelompok saham ini adalah emiten yang paling rajin memberikan dividen kepada investornya.
IDX High Dividend 20 disusun dengan kriteria rajin membagikan dividen paling sedikit 3 tahun terakhir. Saham kelompok ini juga harus aktif ditransaksikan secara harian. Hasilnya, sejak diluncurkan, emiten perbankan mendominasi. Termasuk dalam pengumuman terakhir IDX High Dividend 20 periode paruh 2023.
Tercatat dari 20 emiten, sebanyak 7 perusahaan atau 35 persen berasal dari sekor perbankan. Emiten yang bertengger di dalamnya adalah PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Mandiri (persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk. (BBNI), PT Bank CIMB Niaga (BNGA), PT BPD Jawa Timur Tbk. (BJTM) alias Bank Jatim, dan PT BPD Jabar dan Banten Tbk. (BJBR) alias Bank BJB.
Demikian juga untuk bank skala daerah, dividen menjadi salah satu sumber utama pemasukan asli dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) setiap tahunnya.
Baca Juga
Tingginya tuntutan dividen memang tidak menurunkan aspek prudential dan going concern dalam industri ini. Tata kelola bank telah diakui menjadi salah satu yang paling ketat pengawasannya. Terdapat akuntan publik mewakili pemegang saham, Otoritas Jasa Keuangan, hingga Bank Indonesia melakukan pengawasan.
Meskipun demikian, besarnya tuntutan agar dividen dibagikan kepada investor membuat risau OJK sebagai pengawas industri. Pasalnya, dividen yang tinggi membuat perbankan juga harus menjaga tingkat net interest margin (NIM) dalam perhitungan yang sehat. Laba yang dibagikan tidak mengurangi tingkat kesehatan bank.
Kondisi yang akhirnya membuat Presiden Joko Widodo di forum pertemuan tahunan OJK serta sejumlah kesempatan berbeda menyentil industri agar mau menurunkan NIMnya. Tingkat bunga di Indonesia dinilai sebagai salah satu tertinggi di dunia sehingga menyulitkan pelaku usaha untuk berekspansi lebih lanjut.
Regulator juga tidak nyaman dengan kebijakan dividen bank. Dalam sejumlah kesempatan, komisioner OJK mengingatkan bank untuk menjaga pencadangannya alih-alih membagi dalam bentuk dividen.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK menuturkan pihaknya berharap para pemegang saham tidak berfokus melihat besarnya dividen yang dapat diberikan oleh bank. Menurutnya lebih bijak jika investor memberikan dukungan terhadap upaya penguatan dan peningkatan skala usaha dalam menjaga keberlanjutan atau going concern kegiatan usaha perusahaan.
“Sehingga Bank dapat lebih memberikan manfaat dan kontributif pada perekonomian nasional serta berdampak pada peningkatan nilai, termasuk berdampak kepada kesejahteraan dan kepentingan pemegang saham dan kepentingan stakeholder lainnya dalam jangka panjang,” kata Dian dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/8/2023).
Menurut Dian, dalam waktu dekat pihaknya akan menerbitkan pengaturan memperkuat penerapan tata kelola bank umum. Aturan anyar itu nantinya salah satu aspeknya menata dividen Bank. “OJK berpandangan bahwa pengaturan terkait dividen Bank ini perlu dilakukan sehubungan dengan fungsi pengawasan OJK, agar alokasi laba yang diperoleh Bank juga diprioritaskan untuk memperkuat permodalan Bank, sebagai sumber dana untuk kebutuhan investasi khususnya dalam infrastruktur dan teknologi agar mampu bersaing di era digital saat ini,” katanya.
Dia menjelaskan pengaturan mengenai dividen bank merupakan hal yang umum dilakukan. OJK mencontohkan pada sejumlah negara, batasan dividen yang boleh dibagikan kepada investor ditetapkan oleh regulator dengan didasarkan pada realisasi kinerja keuangan Bank. Kinerja ini mencakup permodalan (KPMM) hingga kualitas aset (NPL/NPF)). Termasuk dapat memperhitungkan kondisi ekonomi makro sebagai upaya antisipatif untuk memperkuat ketahanan Bank seperti pada era Covid-19 beberapa waktu yang lalu.
“Dalam konteks pengaturan nantinya, OJK tidak secara spesifik mengatur persentase besaran dividen payout ratio yang dapat diberikan oleh Bank kepada pemegang sahamnya. Namun, OJK akan mengatur mengenai kewajiban Bank untuk memiliki kebijakan dalam pembagian dividen dan mengkomunikasikannya kepada pemegang saham,” katanya menegaskan.
OJK, kata dia, nantinya akan melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kebijakan dividen Bank dan pelaksanaannya. Dengan pengaturan ini regulator akan memastikan terpenuhinya kebutuhan dalam penguatan bank. Termasuk meneliti indikasi pemberian dividen yang tidak prudent atau bisa membahayakan keberlangsungan usaha bank.
“OJK akan melakukan pengawasan terhadap kebijakan dividen Bank dan pelaksanaannya, yang bertujuan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dalam penguatan Bank (antara lain dalam hal peningkatan standar dan teknologi keamanan, pengembangan kapasitas SDM, dan pembentukan pencadangan (CKPN) yang memadai dalam menjaga penyelesaian dari restrukturisasi akibat pandemi dan terlindunginya kepentingan para pemegang saham,” kata Dian menegaskan.