Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank BTPN Tbk. (BTPN) memproyeksikan pertumbuhan kredit pada akhir 2023 meningkat 10 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) untuk Growing Business terutama pada segmen korporasi.
Direktur Keuangan Bank BTPN Hanna Tantani mengatakan di sisi suplai, keputusan rapat dewan gubernur Bank Indonesia dan kebijakan makroprudensial longgar diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi secara umum.
“Bank BTPN melihat peningkatan permintaan masih akan berlanjut hingga paruh kedua 2023 di berbagai segmen, seperti fast-moving consumer goods (FMCG), perantara keuangan, telekomunikasi, industri baja, industri makanan, otomotif, dan proyek energi terbarukan, serta sektor industri yang berorientasi ekspor,” ujarnya pada Bisnis, Kamis (21/9/2023).
Sebagai informasi, BTPN telah menyalurkan kredit Rp148,71 triliun pada semester I/2023, naik tipis dari Rp148,14 pada semester I/2022. Namun, aset bank turun dari Rp195,49 triliun pada akhir Juni 2022 menjadi Rp193,1 triliun pada Juni 2023.
BTPN juga mencatatkan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross yang membaik dari 1,25 persen pada Juni 2022 menjadi 1,24 persen pada Juni 2023. Sementara itu, NPL nett meningkat dari 0,37 persen pada Juni 2022 menjadi 0,45 persen pada Juni 2023.
Sebelumnya, perusahaan pun memastikan bahwa likuiditas perbankan masih terjaga didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang mengalami peningkatan sebesar empat persen year-on-year menjadi Rp107,35 triliun per akhir Juni 2023.
Baca Juga
Meski begitu, Direktur Keuangan Bank BTPN Hanna Tantani menyebut perusahaan sendiri tak menutup mata dalam upayanya melakukan diversifikasi pendanaan demi menghindari risiko likuiditas.
“Kami terus mengkaji jumlah pendanaan untuk mendukung pertumbuhan kredit dari waktu ke waktu. Selain dana pihak ketiga, Bank BTPN juga memiliki sumber pendanaan seperti obligasi, short-term dan long-term borrowing, bilateral borrowing dengan institusi lainnya dan juga dari pasar uang,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, dalam kesempatan terpisah (28/8/2023).
Lebih lanjut, dia menuturkan dalam menentukan sumber pendanaan, Bank BTPN menetapkan rencana strategis pendanaan, dan ini diimplementasikan sesuai kondisi pasar, baik jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, dengan memperhatikan struktur neraca, rasio-rasio yang perlu dijaga, dan manajemen risiko nilai tukar dan suku bunga sebagai bagian dari manajemen aktif yang dilakukan oleh bank atas volatilitas pasar dan maturity mismatch.
Adapun, Bank Indonesia (BI) melaporkan hasil stress test atau daya tahan perbankan Indonesia. Dari hasil evaluasi dalam rapat dewan gubernur (RDG), mencatatkan permodalan perbankan yang cukup kuat dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) di level 27,44 persen pada Juli 2023.
Risiko kredit pun menurutnya terkendali, tecermin dari rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross sebesar 2,51 persen dan NPL nett 0,80 persen.
"Likuiditas perbankan pada Agustus 2023 juga terjaga dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 6,24 persen yoy [year on year]," tulis Bank Indonesia dalam laporannya yang dikutip Kamis (21/9/2023).
Dari sisi likuiditas, tercatat rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) masih tinggi, yakni 26,49 persen pada Agustus 2023, sejalan dengan stance kebijakan likuiditas longgar BI.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae juga mengatakan kondisi likuiditas perbankan yang masih memadai itu mampu mendongkrak penyaluran kredit perbankan hingga akhir tahun ini. Di sisi lain, kredit perbankan pada Agustus 2023 tumbuh 9,06 persen yoy, menguat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 8,54 persen yoy.
Dengan kondisi tersebut, menurutnya perbankan Indonesia tetap tahan banting menghadapi berbagai tantangan ke depan. "Di tengah volatilitas pasar keuangan, ekonomi Tiongkok dan Eropa yang cenderung melemah, sektor perbankan Indonesia tetap resilien," ujar Dian.