Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyebutkan akan memberikan dukungan yang diperlukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai penyelidikan penetapan besaran maksimal bunga pinjaman fintech lending alias pinjaman online (pinjol).
Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengatakan pihaknya telah bertemu dengan KPPU. Entjik menambahkan asosiasi juga menghormati proses yang tengah berjalan di KPPU.
“Kami akan terus memberikan dukungan yang diperlukan sehubungan dengan dugaan potensi pelanggaran terhadap persaingan usaha pinjaman fintech lending, khususnya mengenai penetapan besaran maksimal bunga pinjaman,” kata Entjik dalam keterangan resminya, dikutip Senin (30/10/2023).
KPPU sebelumnya mempermasalahkan penetapan tarif suku bunga maksimal pinjaman di industri pinjol diduga termasuk pelanggaran. Pasalnya kebijakan itu tidak sama dengan penetapan harga yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sementara itu, Anggota Ombudsman Republik Indonesia Periode 2016-2021 Ahmad Alamsyah Saragih menilai AFPI perlu melakukan audiensi dengan OJK untuk memformulasikan rekomendasi mengenai besaran bunga pinjaman online.
“AFPI perlu mencermati hasil penyelidikan KPPU yang memungkinkan menjadi standar skema perubahan perilaku. Jika ketentuan batas maksimal bunga pinjaman dicabut, maka OJK yang mengatur. Sebaiknya aturan terbaru ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi industri ke depan,” ujarnya.
Baca Juga
Diketahui, KPPU telah menaikkan status kasus dugaan pelanggaran bunga pinjol oleh pelaku usaha pinjol yang tergabung dalam AFPI ke tahap penyelidikan.
Direktur Investigasi pada Kedeputian Penegakan Hukum KPPU Gopprera Panggabean menjelaskan dalam tahap penyelidikan tersebut, pihaknya telah menetapkan 44 fintech peer-to-peer (P2P) lending sebagai terlapor. Mereka diduga melakukan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya Pasal 5 terkait penetapan harga.
“KPPU akan memanggil para pihak termasuk terlapor, saksi, atau ahli yang berkaitan guna mengumpulkan alat bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran,” ungkap Gopprera dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (27/10/2023).
Adapun penyelidikan akan berlangsung tertutup selama 60 hari kedepan. KPPU juga tidak tertutup kemungkinan adanya perpanjangan masa penyelidikan ataupun penambahan terlapor, bergantung pada alat bukti yang diperoleh.
“Pada proses tersebut, KPPU akan membuktikan apakah perilaku beberapa penyelenggara P2P lending yang menerapkan suku bunga yang sama tersebut merupakan hasil kesepakatan diantara para penyelenggara,” ujarnya.
Gopprera menyampaikan setiap pelaku usaha fintech P2P lending, idealnya menjalankan usahanya secara lebih efisien, sehingga mampu menetapkan tarif suku bunga yang lebih rendah dari para pesaingnya serta memberikan berbagai pilihan fasilitas dan tarif suku bunga bagi konsumen.