Bisnis.com, JAKARTA - Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang telah terkerek naik dinilai menjadi tantangan bagi industri perbankan dalam menjaga kualitas aset. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis kualitas aset bank yang dinilai dari rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) akan tetap terjaga dengan baik.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan jika suku bunga terus meningkat maka dapat memengaruhi kemampuan bayar debitur dan memengaruhi kualitas aset. Namun, OJK menilai kondisi risiko kredit saat ini tetap terjaga.
"OJK melihat tren risiko kredit yang terjaga rendah saat ini dan masih akan terus berlanjut meskipun terdapat beberapa risiko ke depan," kata Dian dalam jawaban tertulis pada Minggu (5/11/2023).
OJK mencatat rasio NPL gross perbankan terjaga di level 2,43% dan rasio kredit berisiko (loan at risk/LaR) sebesar 12,07% pada September 2023, turun dibandingkan NPL gross dan LaR pada periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing di level 2,78% dan 15,91%.
Adapun, dalam mengantisipasi peningkatan risiko kredit, OJK mengimbau bank untuk terus menjaga kehati-hatian dalam melakukan assessment terhadap kredit baru maupun kredit yang sudah berjalan. OJK juga meminta bank membentuk pencadangan yang cukup bagi kredit yang diperkirakan akan memburuk.
Dian menilai pada dasarnya perbankan juga memiliki perspektif masing-masing dalam menyikapi ketidakpastian global. Bank misalnya merevisi ke atas target NPL sebagai strategi dan risk appetite masing-masing.
Baca Juga
"Revisi ke atas target NPL tersebut adalah salah satu bentuk mitigasi bank untuk lebih mempersiapkan pencadangan secara memadai jika benar-benar potensi suatu risiko terealisasi," kata Dian.
Sebagaimana diketahui, BI telah mengumumkan kenaikan suku bunga acuannya 25 basis poin (bps) ke level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 18 Oktober 2023 dan 19 Oktober 2023.
Kenaikan ini merupakan yang pertama kali setelah BI menahan suku bunga acuan pada level 5,75% selama 8 bulan terakhir. Sejak pertengahan tahun lalu, suku bunga acuan ini telah naik 250 bps.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan tantangan yang akan dihadapi bank dari kenaikan suku bunga acuan adalah perlambatan daya beli masyarakat dan fluktuasi harga komoditas. Selain itu, risiko kredit pun mesti diantisipasi perbankan.
Lebih lanjut, dia mengidentifikasi sektor-sektor yang memiliki potensi meningkatkan risiko NPL. Mulai dari sektor konstruksi, kredit kepemilikan rumah (KPR) non-PNS, korporasi dan UMKM.
“[Bank] perlu tindakan antisipasi, termasuk evaluasi berkala terhadap portofolio kredit untuk mengidentifikasi risiko potensial, serta pendekatan yang lebih selektif dalam menyalurkan kredit kepada peminjam,” tutupnya.