Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyatakan terus mengkaji pengembangan rupiah digital, yaitu mata uang digital bank sentral atau central bank digital currency (CBDC) di dalam negeri, termasuk dari sisi risiko.
“Kita assess itu semuanya, masukan-masukan juga kita perhatikan,” kata Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Rabu (15/11/2023).
Filianingsih mengatakan BI telah menerbitkan consultative paper dan telah menerima berbagai masukan dari stakeholder terkait pengembangan CBDC atau yang disebut dengan Rupiah Digital.
Consultative paper menjelaskan desain pengembangan Rupiah Digital tahap immediate state, yaitu wholesale Rupiah Digital cash ledger, yang meliputi pengenalan teknologi dan fungsi dasar, seperti penerbitan, pemusnahan, dan transfer dana.
Dampak dari penerbitan Rupiah Digital pada sistem pembayaran, stabilitas keuangan, dan moneter juga dibahas di dalam consultative paper tersebut. Saat ini, BI masih dalam tahap menyusun proof of concept setelah menerima berbagai masukan, termasuk dari industri.
Untuk diketahui, BI telah menerbitkan white paper sebagai langkah awal pengembangan rupiah digital pada 30 November 2022. White paper tersebut merupakan pemaparan awal Proyek Garuda berupa high level desain rupiah digital, yang menjelaskan konfigurasi desain, fitur desain, arsitektur teknologi, serta dukungan perangkat regulasi dan kebijakan dari implementasi desain rupiah digital.
Baca Juga
Kemudian, pada 31 Januari 2023, BI menerbitkan consultative paper tahap I sebagai tindak lanjut dari penerbitan white paper. Consultative paper bertujuan mendapatkan masukan dan tanggapan dari stakeholder tentang desain, dampak, dan manfaat rupiah digital yang sesuai dengan kebutuhan saat ini dan masa depan.
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dalam Central Bank Digital Currency Virtual Handbook menyatakan bahwa tujuan kebijakan dan ukuran keberhasilan CBDC harus ditetapkan secara jelas.
Pasalnya, IMF menilai pengkajian dan pengembangan CBDC membutuhkan keputusan yang kompleks dalam lingkungan digital yang berubah dengan cepat.
Selain itu, menurut IMF, risiko dari CBDC harus diidentifikasi, dikuantifikasi sebanyak mungkin, dan disertai dengan strategi untuk mengatasinya.
“Otoritas harus melakukan penilaian yang cermat terhadap kapasitas mereka untuk menguji, mengatur, mengawasi, dan menerapkan CBDC,” tulis IMF dalam laporan tersebut, dikutip Rabu (15/11/2023).
IMF menilai, komunikasi mengenai CBDC sangat penting dan strategi untuk melibatkan para pemangku kepentingan harus dibangun sejak awal.
Negara pun harus memiliki dasar hukum yang kuat dan pondasi peraturan yang kuat dalam mendukung pengembangan CBDC sejak awal.
Dampak Mata Uang Digital
Dalam laporan tersebut, IMF menyoroti beberapa dampak dari pengembangan CBDC. Perubahan lingkungan makro ekonomi yang disebabkan oleh CBDC diperkirakan bisa memperkuat saluran transmisi kebijakan moneter jika CBDC dirancang dengan tepat.
IMF menyatakan pada tingkat kepemilikan CBDC yang moderat, efek terhadap transmisi kebijakan moneter diperkirakan relatif kecil pada masa normal.
Namun, efek tersebut dapat menjadi lebih signifikan dalam lingkungan dengan suku bunga rendah atau tekanan pasar keuangan dimana nilai CBDC meningkat.
Dampak lainnya, karena CBDC lebih aman dan efisien, maka ada potensi terjadi persaingan dana atau deposito di perbankan. Besarnya dampak ini akan tergantung pada sejauh mana CBDC bisa menjadi substitusi yang menarik dibandingkan deposito.
Dengan kondisi ini, perbankan akan menaikkan suku bunga deposito dan cost of fund perbankan menjadi naik. Akibatnya, keuntungan bank akan menurun sampai pada tingkat dimana biaya yang lebih tinggi tidak dapat sepenuhnya dialihkan ke tingkat suku bunga pinjaman yang lebih tinggi. Pembatasan kepemilikan individu menurut IMF akan membatasi peralihan dari deposito ke CBDC.
Meski bukan merupakan solusi, IMF menilai CBDC bisa memberikan peluang untuk meningkatkan inklusi keuangan dan memperluas akses terhadap layanan keuangan bagi mereka yang tidak memiliki rekening bank.
CBDC pun dapat mendorong penggunaan mata uang lokal yang lebih besar dengan menjadikannya alat pembayaran yang lebih menarik. Meski demikian, CBDC diperkrakan tidak akan mengatasi masalah yang lebih dalam yang mendorong substitusi mata uang yang terkait dengan kerangka kerja kebijakan moneter suatu negara dan kredibilitas bank sentral.