Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat memandang industri asuransi membutuhkan branding yang kuat dan reputasi yang baik dalam memberikan keyakinan kepada konsumer di tengah sejumlah kabar gagal bayar.
Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman mengatakan branding diperlukan perusahaan asuransi di tengah kondisi industri asuransi yang tengah diterpa kondisi persepsi susah klaim hingga gagal bayar.
“Industri asuransi mengalami permasalahan dari berbagai layanan, terutama layanan klaim, dispute, perselisihan, dan juga kaitannya dengan perlindungan konsumen, dari mulai lambatnya pelayanan dan dampaknya yang kita rasakan tidak hanya satu terhadap perusahaan yang mengalami gagal bayar, tapi juga menjadi efek domino bagi perusahaan asuransi lainnya, khususnya industri asuransi ini,” kata Wahyudin dalam acara Seminar Nasional 2023 yang diselenggarakan Kupasi di Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Menurut Wahyudin, memperbaiki komunikasi dengan konsumen melalui strategi branding yang kuat adalah salah satu jalan keluar untuk mengatasi permasalahan di industri asuransi.
“Branding adalah aspek penting dalam industri asuransi dengan perlindungan konsumen. Membangun branding yang kuat dan reputasi yang baik terhadap industri asuransi adalah suatu keharusan dan kewajiban dalam memberikan keyakinan kepada konsumen,” ujarnya.
Dia mengatakan konsumen akan lebih cenderung mempercayai perusahaan asuransi dengan reputasi yang baik dalam hal memberikan layanan dan perlindungan konsumen.
Baca Juga
Selain itu, Wahyudin juga menyoroti indeks tingkat literasi dan inklusi perasuransian yang masih rendah dibandingkan sektor perbankan.
Merujuk data hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68%, naik dibanding tahun 2019 yang hanya 38,03%.
Sementara indeks inklusi keuangan tahun ini mencapai 85,10% meningkat dibanding periode SNLIK sebelumnya di tahun 2019 yaitu 76,19%. Hal tersebut menunjukkan gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi semakin menurun, dari 38,16% di tahun 2019 menjadi 35,42% di tahun 2022.
Untuk sektor perasuransian, tingkat literasi keuangan mencapai 31,72% dan tingkat inklusi sebesar 16,63% pada 2022.