Bisnis.com, JAKARTA -- Terdapat ratusan bank yang bangkrut sejak 2005 hingga saat ini, di mana hampir semuanya merupakan bank perekonomian rakyat (BPR). Sepanjang 2023, telah ada tiga BPR yang bangkrut, ditambah kredit bermasalah di industri ini yang kian membengkak.
Terbaru BPR Indotama UKM Sulawesi bangkrut setelah dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-79/D.03/2023 bertanggal 15 November 2023 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Indotama UKM Sulawesi.
BPR Indotama UKM Sulawesi pun harus dilikuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dengan bertambahnya satu BPR yang bangkrut, maka, total sejak 2005 atau sejak LPS berdiri, sudah ada 121 BPR yang bangkrut. Sepanjang tahun ini, telah ada tiga bank yang bangkrut, di mana kesemuanya merupakan BPR.
Sebelum BPR Indotama UKM Sulawesi bangkrut, ada PT BPR Bagong Inti Marga atau BPR BIM bangkrut tahun ini, di mana izinnya telah dicabut pada 3 Februari 2023. BPR Karya Remaja Indramayu atau BPR KRI juga bangkrut dan dicabut izinnya oleh OJK pada 12 September 2023.
Di tengah bangkrutnya BPR, tercatat industri ini mengalami tren pembengkakan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL).
Baca Juga
Penyaluran kredit BPR memang naik 9,88% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp137,48 triliun pada Agustus 2023. Namun, NPL BPR turut membengkak dari 7,98% pada Agustus 2022 menjadi 10,13% pada Agustus 2023.
NPL BPR pada Agustus 2023 juga naik dibandingkan bulan sebelumnya atau Juli 2023 sebesar 9,79%. Adapun, sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd), NPL BPR naik 241 basis poin (bps).
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia dari OJK, BPR memiliki nilai kredit non lancar sebesar Rp13,92 triliun. Angka kredit macet di BPR mencapai Rp9,3 triliun per Agustus 2023. Nilai kredit macet BPR itu naik 35,17% yoy.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan ada sejumlah faktor yang memengaruhi membengkaknya kredit bermasalah di BPR. "Kondisi pasca pandemi dan relaksasi, ini mesti dicek apakah BPR kena imbas," ujarnya kepada Bisnis pada Kamis (23/11/2023).
Selain itu, secara umum kondisi ekonomi di daerah yang menjadi pasar BPR belum stabil. "Umumnya BPR menyasar sektor produktif mikro menengah ke bawah," ujarnya.
Menurutnya, BPR pun harusnya memiliki kebijakan yang ketat, sama dengan bank umum dalam menjaga kualitas aset. Apalagi, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau PPSK, BPR didorong untuk bisa melakukan aktivitas perbankan yang sama dengan bank umum.
"Selain itu, mesti dibuat mekanisme penyaluran kredit yang baik, seperti lewat digitalisasi agar kualitas aset lebih baik. Meskipun investasinya memang tidak murah," tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah menuturkan industri BPR memiliki sederet tantangan, mulai dari disrupsi teknologi serta persaingan usaha yang semakin kompetitif.
“Dari sisi internal, industri BPR/BPRS juga harus menghadapi tantangan struktural, antara lain permodalan, penerapan tata kelola, keterbatasan pada infrastruktur teknologi informasi, serta kuantitas dan kualitas SDM [sumber daya manusia] yang masih perlu ditingkatkan,” ujar Tedy kepada Bisnis.