Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa platform financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) bisa melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) sebagai salah satu opsi penguatan permodalan.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengatakan bahwa penguatan permodalan di industri fintech P2P lending dapat dilakukan oleh pemegang saham.
“Dan tidak ditutup kemungkinan [pemain fintech P2P lending menambah modal] melalui IPO pada Bursa Efek, yang dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Agusman dalam jawaban tertulis, dikutip Jumat (8/12/2023).
Berdasarkan data OJK per 30 November 2023, masih terdapat 23 penyelenggara pinjol yang belum memenuhi ketentuan pemenuhan ekuitas minimum sebesar Rp2,5 miliar.
Di sisi lain, Agusman menyebut sejauh ini belum ada pemain yang mengajukan diri untuk melantai di Bursa. “Sampai dengan saat ini belum ada P2P lending yang melakukan IPO melalui bursa efek,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan mengatakan bahwa sejauh ini sebagian besar sumber pendanaan perusahaan fintech masih berasal dari investor korporasi, sehingga regulator mendorong pemain untuk meraih pendanaan dari investor ritel.
Baca Juga
“Tentunya kalau kita lihat investornya fintech itu banyaknya masih korporasi langsung ya, investornya masih dari korporasi. Tentu kalau mereka masuk ke pasar modal lebih bagus lagi," ungkap Edi saat ditemui di sela-sela acara Bisnis Indonesia Business Challenge 2024 pada Kamis, (23/11/2023).
Belum lama ini, platform fintech P2P lending PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) memberi sinyal untuk menjadi perusahaan tercatat melalui IPO.
“[IPO] we'll see. Ada [potensi], we'll see. Kan tergantung market-nya, ya. Karena kita maunya kan evaluasinya kita apa adanya,” kata Direktur Utama AdaKami Bernardino M. Vega saat ditemui usai acara Media Gathering AdaKami di Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Meski demikian, Dino -panggilan akrabnya- enggan membeberkan kapan AdaKami akan melantai di Bursa. Sebab, kata dia, untuk melantai di Bursa memiliki banyak faktor.
“Pertama, market. Kedua, regulatory framework. Mau nggak investor? Bisa nggak kita public itu. Bahwa ya kalau ada target itu [IPO] ya tentunya ada lah. Tapi kita lihat saja,” ungkapnya.
Dino hanya memberi sinyal bahwa rencana IPO AdaKami tidak terjadi pada tahun depan. “[IPO 5 tahun mendatang] I don’t know, masih jauh. Yang jelas bukan tahun depan,” pungkasnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, usai OJK mengumumkan induk usaha fintech PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran), PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk. (AKSL) telah mengantongi pernyataan pra-efektif per 27 Juni 2023, manajemen AKSL memutuskan untuk menunda penawaran umum perdana IPO hingga Juni 2024.
Saat itu, perusahaan menyatakan tengah menjalani proses penawaran umum perdana saham dan berencana untuk menjadi perusahaan terbuka yang tercatat di BEI pada 9 Agustus 2023.
Group CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengungkapkan bahwa penundaan IPO tersebut dikarenakan perusahaan membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mendapatkan strategic investor yang tepat untuk dapat mendukung perusahaan ke depan.
“Betul [IPO Akseleran ditunda], karena butuh waktu lebih panjang bagi kami untuk secure strategic investor yang tepat. Jadi kami perlu tunda dulu,” ungkap Ivan kepada Bisnis, saat itu (26/7/2023).
Namun demikian, Ivan menuturkan bahwa pihaknya belum dapat mengkonfirmasi kehadiran calon strategic partner dalam aksi IPO perusahaan. “Ditundanya kami lihat waktu yang paling tepat sampai Juni 2024,” tambahnya.
Terpisah, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut industri fintech lending membutuhkan momentum agar dapat melantai di Bursa. Momentum itu pun dapat terlihat dari sisi kualitas pinjaman fintech yang harus menunjukkan perbaikan.
Pasalnya, menurut dia, ada beberapa ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi pemain fintech lending untuk masuk ke Bursa, mulai dari kesehatan secara keuangan hingga tingkat keberhasilan bayar 90 hari (TKB90).
“Bisa dibilang agak susah industri fintech masuk ke Bursa, ini mungkin sama seperti dulu beberapa startup aplikasi teknologi melantai di Bursa, ada penyesuaian, aturan, dan restu dari OJK [Otoritas Jasa Keuangan],” ungkap Bhima beberapa waktu lalu (26/7/2023).