Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) memasukkan poin reaktivasi peserta menunggak ke dalam target Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2024.
Ketua Komisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi DJSN Muttaqien menuturkan peningkatan peserta aktif JKN menjadi salah satu fokus lembaganya dan para pemangku kepentingan lainnya.
Dalam catatan DJSN, Per Desember 2023 peserta BPJS Kesehatan yang non aktiv baik karena menunggak ataupun sebab lainnya seperti iuran dari Pemda terhenti mencapai 53,7 juta peserta. Jumlah peserta BPJS Kesehatan non aktif ini setara 20,2% dari total peserta 265,6 juta jiwa.
Jumlah peserta BPJS Kesehatan yang tidak aktif ini terus membesar. Pasalanya pada akhir 2022 lalu, jumlah peserta non aktif sebesar 44,4 juta jiwa.
“Dalam penetapan target ICK [Indeks Capaian Kinerja] BPJS tahun 2024 ini yang ditetapkan DJSN, maka jumlah peserta aktif dan reaktivasi peserta non aktif menjadi salah satu indikator penting yang harus dicapai BPJS Kesehatan,” kata Muttaqien selaku Ketua Komisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi DJSN saat dihubungi Bisnis, Senin (15/1/2024).
Muttaqien mengatakan peningkatan peserta aktif juga telah tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN. Dalam aturan tersebut, BPJS Kesehatan disebut harus memperkuat sinergi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan penegakan kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam pembayaran iuran, termasuk badan usaha yang belum mendaftarkan pekerjanya di JKN. Termasuk bagi badan usaha yang baru berdiri untuk mendaftarkan sebagian pekerjanya.
Baca Juga
Muttaqien menambahkan BPJS Kesehatan diharapkan juga dapat semakin meningkatkan mempercepat penambahan peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Langkahnya dapat dilakukan dengan memperkuat basis komunitas yang ada di desa maupun melalui organisasi kemasyarakatan dan keagamaan. Terkait segmen PBPU Pemerintah Daerah (Pemda), BPJS perlu memperkuat advokasi kepada Pemda untuk menyediakan anggaran yang cukup untuk mendorong peserta aktif di PBPU Pemda.
Selain itu, BPJS Kesehatan juga perlu memperkuat mekanisme komunikasi kepada peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan PBPU Pemda yang dinonaktifkan.
“Agar jangan sampai peserta PBI atau PBPU Pemda baru terinfo telah dinonaktifkan ketika melakukan kunjungan ke klinik atau puskesman,” ungkapnya.
Muttaqien mengatakan badan publik tersebut juga perlu memperkuat sosialisasi dan edukasi publik secara lebih masif dengan berbagai segmen dan media yang tersedia, termasuk salah satunya seperti memperkuat integrasi muatan Jaminan Sosial (Jamsos) di kurikulum pendidikan yang telah dimulai tahun lalu bersama kementerian dan lembaga terkait.
“Sehingga jaminan sosial sudah dapat dipahami oleh peserta sejak dini,” ungkapnya.
Disamping itu, BPJS Kesehatan juga harus dapat memperkuat digitalisasi administrasi kepesertaan yang lebih tersentralisasi. Dengan demikian semua persoalan kepesertaan, penagihan iuran, dan keluhannya dapat segera teratasi. Diperlukan juga menjaga kepuasaan terhadap pelayanan administratif kepesertaan yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan.
Selanjutnya,perlu dilakukan review terhadap efektifitas dari Program REHAB serta Ability To Pay (ATP) peserta secara berkala agar mempermudah peserta PBPU dapat melunasi tunggakan iurannya.
“Terakhir untuk menjaga kepesertaan, tentu BPJS Kesehatan melalui faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dapat terus meningkatkan mutu dan kepuasaan peserta JKN yang menggunakan pelayanan baik di FKTP [Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama] maupun FKRTL [Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan],“ tandasnya.