Bisnis.com, JAKARTA - Kajian PT Pefindo Biro Kredit (IdScore) terhadap portofolio kredit yang disubsidi pemerintah menggambarkan bahwa segmen Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro memiliki tren non-performing loan (NPL) yang terbilang tinggi sepanjang 2023.
Berdasarkan kajian bertajuk Key Insight: Kemanjuran Subsidi KUR edisi Maret 2024 itu, IdScore mencatat pemerintah telah mendistribusikan subsidi KUR Mikro sebesar Rp246,72 triliun dengan NPL 6,01% per November 2023. Apabila dibandingkan dengan portofolio kredit subsidi pemerintah lain, KUR Mikro tercatat memiliki NPL yang paling tinggi.
IdScore juga mencatat bahwa sektor yang paling banyak diguyur KUR Mikro adalah perdagangan eceran seperti sektor makanan, minuman, dan tembakau . Kelompok ini menyerap KUR Rp30 triliun. Segmen selanjutnya adalah aktivitas jasa perorangan lainnya dan sektor perdagangan eceran khusus yang nilainya sekitar Rp20 triliun.
Selain itu, di porsi sekitar Rp15 triliun ada sektor Perkebunan Buah Kelapa Sawit, sektor Pertanian Padi, dan sektor Perdangangan Besar Hasil Pertanian dan Hewan Hidup Lainnya. Terakhir, di kisaran Rp5-10 triliun ada sektor Pembibitan dan Budidaya Sapi Potong dan sektor Perdangan Eceran Khusus Tekstil Di Toko.
Namun, IdScore menekankan bahwa tren NPL bisa jadi merupakan hal wajar, disebabkan lonjakan rata-rata realisasi penyaluran bulanan atas kredit yang disubsidi pemerintah sejak periode 2022.
Pada tahun tersebut, pemerintah tercatat memberikan subsidi pada segmen KUR Mikro sebesar 40,51% dari total, disusul KPR Subsidi 32,78%, dan KUR Kecil 26,57%.
Baca Juga
"Peningkatan signifikan portofolio kredit program pemerintah terjadi pada 2022, naik 305,3% atau setara Rp643,99 triliun. Hal ini sejalan dengan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 melalui stimulus fiskal," tulis IdScore, dikutip Kamis (7/3/2024).
Berdasarkan catatan IdScore, rata-rata penyaluran kredit yang subsidi pemerintah pada 2018 hanya Rp87,67 triliun, kemudian menjadi Rp117,76 triliun pada 2019, dan naik tipis ke Rp127,76 triliun pada 2020.
Kemudian pada 2021, kembali naik tipis ke rata-rata Rp132,28 triliun karena perekonomian belum pulih betul dari pandemi Covid-19. Baru kemudian pada 2022 meloncat ke rata-rata Rp536,18 triliun, sampai akhirnya menjadi rata-rata Rp620,17 triliun pada 11 bulan periode 2023.