Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Saham Bank Milik Konglomerat, dari Salim hingga Duo Hartono

Tercatat, dari 17 bank yang dikuasai para taipan, terdapat 12 bank yang melantai di bursa. Simak prospek saham bank-bank milik konglomerat.
Ilustrasi bank milik konglomerat/Istimewa
Ilustrasi bank milik konglomerat/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Sebagian saham bank yang dimiliki konglomerat Tanah Air mencatatkan kinerja keuangan yang membaik sepanjang 2023. Lantas, seperti apa prospek sahamnya?

Tercatat, dari 17 bank yang dikuasai para taipan, terdapat 12 bank yang melantai di bursa. PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi emiten dengan kapitalisasi terbesar milik Hartono Bersaudara

Lalu, ada pula PT Bank Mega Tbk (MEGA) dan PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) milik Chairul Tanjung. Kemudian, PT Bank Jago Tbk. (ARTO) juga masuk daftar saham konglomerat yang dimiliki Jerry Ng.

Dua emiten perbankan, yakni PT Bank Pan Indonesia Tbk. (PNBN) dan PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk. (PNBS) pun dimiliki oleh Mu'min Ali Gunawan. Sementara, PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) dimiliki Anthony Salim.

Lainnya ada PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU) milik James Riady, PT Bank Mayapada International Tbk. (MAYA) milik Dato Sri Tahir, PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) milik Hary Tanoesoebidjo.

Tak hanya itu, mendiang Eka Tjipta Widjaja yang barangkali masih melekat sebagai pendiri dan pemilik gurita bisnis Sinar Mas Group pun memiliki PT Bank Sinarmas Tbk. (BSIM), serta PT Multiarta Sentosa Tbk. alias bank MAS (MASB) menjadi bagian dari ekosistem Wings Group.

Analis Saham Sekuritas BCA Achmad Yaki menyebut big bank menjadi pilihan utama, lantaran mampu menjaga net interest margin (NIM) yang tinggi.

“Selain itu, [saham lain cocok] lebih untuk trading dulu, baik trading jangka pendek atau menengah,” ujarnya pada Bisnis, Kamis (21/3/2024).

Dia menyebut untuk investasi sebaiknya mencari saham yang rutin membagikan dividen dan harga sahamnya rata-rata dalam tiga hingga lima tahun terakhir dapat tumbuh di atas 5%-6%

Senada, Research Associate Panin Sekuritas Sarkia Adelia Lukman menyebut secara fundamental emiten BBCA prospeknya masih terus positif.

Menurutnya, kinerja keuangan masih kuat dengan pertumbuhan kredit masih di atas industri, di antara big banks lainnya likuiditas BCA yang paling terjaga dan dana murah alias current account saving account (CASA) lebih tinggi dibanding big bank lainnya, seperti BBRI, BBNI, dan BMRI.  

“[Saham BBCA] masih layak dikoleksi, meskipun saat ini sudah mengalami all time high, namun kami masih optimis dengan kinerja perseroan,” ujarnya pada Bisnis, Kamis (21/3/2024).

Sebagai informasi, BCA mengantongi laba sepanjang 2023, naik 19,4% menjadi Rp48,6 triliun secara tahunan (year-on-year/yoy).

Adapun, dari sisi pendanaan, total dana pihak ketiga (DPK) naik 6,0% YoY mencapai Rp1.102 triliun, sehingga mendorong kenaikan total aset BCA sebesar 7,1% YoY menjadi Rp1.408 triliun. Dana giro dan tabungan (CASA) berkontribusi sekitar 80% dari total DPK.

Lebih lanjut, Sarkia menyebut untuk BINA dan PNBN diberikan rating netral di tengah tingginya risiko likuiditas. Meski begitu, kedua bank disebut memiliki pertumbuhan yang baik pada kredit dan DPK. 

“Laba bersih BINA tumbuh dobel digit dan terlihat [bisnis] makin efisien. Sementara PNBN ada penurunan laba bersih, meski begitu kualitas NPL mengalami penurunan dan perlu dipantau likuiditas yang cenderung ketat dengan LDR diatas 100%,” ujarnya.

Sebagai informasi, Bank Panin telah membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp2,53 triliun. Dari sisi intermediasi, PNBN mencatatkan penyaluran kredit Rp148,49 triliun sepanjang 2023, tumbuh 8,4% yoy. Aset pun naik 4,5% yoy menjadi Rp222,01 triliun. 

Prospek Saham Bank Milik Konglomerat, dari Salim hingga Duo Hartono

Karyawan melayani nasabah di salah satu kantor cabang PT Bank Pan Indonesia Tbk. (PNBN) atau Bank Panin di Jakarta, Senin (29/8/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Sementara itu, Bank Ina membukukan laba bersih Rp170,49 miliar pada kuartal III/2023. Jika dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya, angka tersebut melesat 79,77% dari periode sebelumnya pada yaitu Rp94,83 miliar pada kuartal III/2022.

Sementara itu, apabila dikategorikan lebih rinci, terdapat sejumlah bank digital yang dimiliki konglomerat. Seperti, BBHI milik CT dan ARTO milik Jerry Ng.

“Perlu dicermati tantangan bagi bank digital saat ini masih dari cost operational yang masih tinggi,” ujarnya.

Selain itu, rasio kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) masih tinggi, sehingga untuk kedua bank secara tren jangka pendek masih bertahap untuk terus meningkatkan performa dan bersaing dengan bank lainnya

Pada saat dihubuni terpisah, Senior Investment Information Mirae Asset Nafan Aji Gusta menyebut hampir semua saham bank digital sedang mengalami bearish consolidation alias downtrend, termasuk BBHI, BBYB, AGRO, AMAR hingga BANK. 

Sementara, khusus untuk saham ARTO, dirinya memantau bahwa sudah cenderung bullish consolidation, karena downtrend-nya sudah terbatas serta didorong dengan market cap yang kuat. 

Meski begitu, menurutnya saat ini semua bank digital perlu berjuang keras dalam menghadapi persaingan yang ketat. Apalagi, mengingat bank KBMI IV terus mengoptimalkan digitalisasi dalam menawarkan produk hingga layanannya. 

“Setidaknya begini, untuk likuiditas relatif bank KBMI IV ini masih unggul, bahkan rasio kredit bermasalah nonperforming loan masih rendah jika dibanding bank digital. Apalagi bank KBMI IV itu punya mitigasi risiko yang sudah diterapkan dengan baik dan efektif,” ujarnya pada Bisnis beberapa waktu lalu. 

Berdasarkan RTI Business pada penutupan perdagangan Kamis (21/3/2024) harga saham konglomerat sebagian besar mengalami penguatan.

Misal, MAYA naik 24,66% ke level Rp364 dalam 24 jam terakhir. Kemudian, dalam penutupan perdagangan, BABP juga menguat 2% ke level Rp51. 

Tak hanya itu, NOBU juga menguat 0,65% ke level Rp775 dan MEGA naik tipis 0,4% ke level Rp4.990 hingga ARTO naik 2,28% ke level Rp2.680. Bahkan, pemain syariah PNBS tercatat menguat 2% ke level Rp51

Sementara itu, empat bank lainnya tercatat bergerak stagnan, seperti BINA pada level Rp4.190, BSIM di level Rp950, MASB stagnan di level Rp3.460 dan BBCA di level Rp10.125

Sayangnya, nasib berbeda dialami PNBN yang melemah 0,45% ke level Rp1.090. Bahkan, harga saham emiten ini terus terkoreksi selama lima tahun terakhir sebesar 0,91%.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper